Semilir
angin yang berhembus perlahan tapi dinginnya menyerang hingga ke tulang
serta bau khas dari tanah yang basah sehabis hujan, menemani agni yang
sedang duduk sendiri di lapangan basket yang tidak begitu jauh dari
rumahnya.
Tidak
ada aktifitas lain yang ia lakukan selain bernafas dan berdiam diri.
Bola basket yang ia bawa, malah ia acuhkan begitu saja di sampingnya,
padahal sejak tadi sudah menggoda dirinya untuk segera bermain.
Basket.
Sesuatu yang tidak pernah bisa di lepaskan dalam kehidupannya. Sesuatu
yang membuatnya selalu terlihat gagah dan berbeda dengan teman
perempuannya yang lain. Sesuatu yang tidak pernah bisa ia tinggalkan
dalam kesehariaannya. Sesuatu yang membawanya terkenal dan berprestasi.
Dan tentu saja, sesuatu yang mempertemukannya dengan cakka.
Cakka.
Satu-satunya laki-laki yang pernah dan masih merebut hatinya.
Satu-satunya laki-laki yang ia ijinkan untuk mengecup keningnya selain
ayahnya. Satu-satunya laki-laki yang selalu bisa membuatnya bahagia. Dan
satu-satunya laki-laki, yang bisa melemahkan dirinya seperti saat ini.
Dia
sendiri tidak mengerti, bagaimana bisa akhir-akhir ini terlalu banyak
air mata yang jatuh karenanya ? seistimewa itukah cakka bagi dirinya ?
sedalam inikah perasaan yang telah terlanjur mengendap di hatinya ?
Lalu
seperti apa ia di mata cakka sekarang ? apakah dirinya masih yang
paling utama ? atau memang tidak ada lagi perasaan yang tersisa untuknya
? apakah ini akhir kisah mereka ? menepi sendiri, menjauh dalam
ketidakjelasan yang pasti.
“Gue kangen elo cak..” gumam agni pelan, tidak peduli meski hanya angin yang mendengarnya. Dia menengadahkan wajahnya, melihat awan yang gelap tanpa satupun bintang apalagi bulan. Hatinya berdesir, segala pertanyaan memenuhi pikirannya.
“Selalu ada disini..”
“Iel ?”
“Gue duduk ya..” agni hanya mengangguk, kemudian iel duduk di sampingnya, persis sama seperti kejadian kemarin.
“Ada apa ? gue udah tahu, gue enggak mau ada yang salah paham lagi” ujar agni.
“Gue
minta maaf ya, gara-gara itu hubungan lo sama cakka jadi....” iel diam,
ia bingung menemukan kata yang tepat, ia tidak ingin kata-kata itu
semakin melukai agni.
“Hancur” timpal agni, iel tersenyum tipis.
“Bukan gara-gara lo kali, mungkin emang hubungan gue sama dia, udah cukup sampai disini aja..”
“Lo mau putusin dia ?” tanya iel langsung. Agni hanya mengangkat kedua bahunya.
“Jadi ?” iel menatap agni penasaran.
“Dia
yang dulu minta gue jadi ceweknya, jadi biar dia juga yang ngambil
keputusan soal hubungan ini” iel tertegun sesaat, mengapa sahabatnya ini
terlihat begitu memasrahkan hatinya.
“Kenapa gitu ? kenapa elo terkesan pasrah, padahal kan lo kuat ?” agni terkekeh mendengar pertanyaan iel.
“Gue
juga enggak ngerti, kenapa ya gue jadi kaya gini sekarang ? gue tahu,
gue kehilangan diri gue yang dulu yang kuat dan enggak kenal cowok, tapi
cakka dateng dan naklukin gue, gue dia buat enggak berkutik, gue
sendiri juga bingung..” iel hanya diam mendengar penjelasan agni.
“Saat
gue nerima dia, gue udah tahu gue nerima siapa, gue udah tahu gue jalan
sama seorang cakka yang di gemarin banyak cewek, dan saat gue sadar gue
udah sayang sama dia, gue tahu gue harus siap nerima semua resikonya”
sambung agni lagi.
“Termasuk di sakitin berkali-kali kaya gini ?” lagi-lagi agni hanya terkekeh mendengar pertanyaan iel.
“Lo
sendiri gimana sama via ?” agni malah melontarkan pertanyaan lain, dan
iel paham, agni tidak mengijinkannya tahu lebih banyak dari ini.
“Pusing
gue mikirnya, gue enggak tahu mau dia apa dan gimana, gue enggak
ngerti, cewek terlalu susah buat diikuti dan ditebak jalan pikirannya.
Gue cuma mau dia jadi milik gue seutuhnya, gue cuma mau jadi orang yang
selalu ada di samping dia, jadi orang pertama yang diingat saat dia
butuh, gue cuma mau dia tahu, kalo perhatian gue ke dia karena gue
enggak akan sanggup kehilangan dia” curhat iel panjang lebar.
“Kalo
cuma sekedar dengerin curhatan lo doang sih gue bisa yel, tapi kalo lo
minta nasihat dari gue, lo salah orang, karena lo lihat kan, cerita gue
sendiri aja berantakan..hehe..” ujar agni sambil menepuk-nepuk pundak
iel, yang membuat iel mau tidak mau juga ikut tersenyum.
“Main basket aja yuk” ajak agni sambil menunjukkan bolanya yang dari tadi ia diamkan.
“Sip” sahut iel sambil berdiri. Lalu keduanya langsung asik bermain bola basket berdua.
Hujan
telah reda sejak tadi, dan kini yang tersisa hanyalah kesepian dan
kesunyian yang perlahan namun pasti mengepungnya. Via mengalihkan
matanya ke handphonenya, sepi. Tidak ada satupun sms apalagi telpon yang
masuk.
Via
menghela napasnya, mungkin sedikit udara segar akan membuat pikirannya
sedikit merasa tenang. Ia meraih cardigan pinknya yang ia gantung di
belakang pintu kamar, setelah pamit pada mamanya, via langsung
berjalan-jalan keluar rumah.
“Kemana
ya ? ehm, lapangan basket, agni pasti lagi main disana” via mengarahkan
langkah kakinya menuju lapangan basket. Letaknya tidak begitu jauh dari
rumahnya, dan seperti yang ia yakini, agni pasti sedang ada disana.
Tubuhnya otomatis terdiam, matanya menatap lurus ke depan, melihat agni
dan iel tampak akrab berdua.
Hatinya
bertanya-tanya, ada apa ini ? pikirannya kacau, tanpa basa-basi, via
langsung mempercepat langkahnya, mendekati mereka yang tampak asik
berebut bola.
“Kalian tega !!” raung via cukup membuat iel dan agni berhenti bermain dan menatapnya.
“Vi,
lo jangan salah paham, ini enggak kaya yang lo lihat” ujar agni sambil
menghampiri via, tapi selangkah agni maju, selangkah juga via mundur.
“Stop ag, gue enggak butuh penjelasan. Berarti bener kata cakka !”
“Vi, dengerin dulu dong..” kali ini gantian iel yang berusaha menghampirinya.
“Jadi
ini ? oke, makasih buat semuanya !!” tanpa sempat memberi iel ataupun
agni kesempatan, via langsung berbalik dan berlari meninggalkan mereka.
“Kejar yel..”
“Ag..”
“Kejar via, dan gue rasa, kita enggak usah deket-deket dulu” agni mengambil bola basketnya dan membiarkan iel sendiri.
“Arghh
! sial !” umpat iel, sambil menendang batu-batu yang ada di sekitarnya.
Tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan sekarang.
***
Rio
memacu mobilnya dengan kecepatan yang jauh di atas rata-rata,
pikirannya agak kacau saat ini. Kata-kata mamanya tadi, terasa bagai
kaset rusak yang terus saja berputar di otaknya. Tidak butuh waktu lama,
rio telah sampai ke tempat yang ia tuju.
Sambil
melipat kedua tangannya di dada, rio menunggu dengan tidak sabar di
depan pintu apartemen alvin. Untungnya sebelum kesabaran rio habis,
alvin telah berdiri di ambang pintu apartemennya, dengan mata yang
hampir tidak terbuka sama sekali, rambut acak-acakan dan hidung yang
memerah. Tanpa menunggu di persilahkan, rio langsung ngeloyor masuk ke
dalam, alvin cuma bisa geleng-geleng kepala maklum melihat tingkah
sahabatnya tersebut.
Layaknya
di rumah sendiri, rio langsung merebahkan tubuhnya di atas sofa alvin
“Lo lagi sakit ya ?” rio menunjuk ke arah hidung alvin yang memerah.
“Flu..”
jawab alvin singkat sambil berjalan masuk ke dalam kamarnya. Rio yang
niat awalnya kesini mau cerita sekaligus numpang tidur memutuskan buat
ngekorin alvin ke kamarnya, meski ada kamar tamu yang biasa ia gunakan
juga.
“Vin..” panggil rio sambil duduk di kursi kamar alvin.
“Hmm..” alvin sudah sembunyi di balik selimutnya yang nyaman.
“Gue mau cerita”
“Ya udah cerita..”
“Tadi
gue ke rumah ify, rencananya sih mau ngajakin dia jalan, tapi malah
hujan deres kan tadi, ya udah deh dengan terpaksa gue batalin acara
jalan-jalannya. Terus gue akhirnya sama dia cuma duduk-duduk berdua di
ruang tamunya, ngobrol-ngobrol gitu. Dan ya kaya biasa, dia selalu asik
cerita soal aktifitasnya, enggak sekalipun dia ngarahin obrolan kita
tentang perasaan. Belum lama gue ngobrol, eh nyokap gue sms, nyuruh gue
ke rumah secepetnya, dengan berat hati gue tinggalin tuh ify, padahal
gue masih kangen banget sob sama dia, dan lo tahu sampe rumah, gue...”
rio diam, dia bingung kenapa alvin seolah enggak ngerespon dia sama
sekali. Dia menoleh ke arah alvin, dan rasa gondok langsung menguasainya
ketika dia menyadari alvin sudah terlelap dalam alam mimpinya.
“Capek-capek
gue cerita sepanjang tadi dan elo asik tidur, baik banget lo jadi temen
!!” sungut rio kesal sambil menghampiri alvin.
“Vin..eh
panas banget..” rio yang tadinya mau maksa bangunin alvin, kaget
sendiri waktu tangannya menyentuh badan alvin yang panas. Rio meraba
kening alvin, dan dia yakin kalo alvin emang demam. Dia melihat jam
tangannya, udah jam sebelas malem, enggak mungkin juga mau ngasih tahu
shilla sekarang.
“Hmm,
mau numpang tidur, gue malah jadi harus ngurusin elo..” gerutu rio
sambil keluar kamar alvin, berusaha mencari termometer dan kompresan.
***
Setelah
kemarin meja mereka kehilangan dua personilnya, saat ini malah hanya
tinggal dua personilnya saja yang duduk disana, rio dan shilla.
“Lo udah bilang semua yang gue pesenin ke alvin kan yo ?”
“Aduh shil, sekali lagi lo bahas soal alvin, gue tinggal nih” ancem rio yang mulai bosan.
“Sori, tapi gue kan khawatir..”
“Dia cuma demam shilla, jangan lebai oke ?” shilla hanya bisa mengangguk.
“Gimana agni sama via ?” tanya rio mengganti topik pembicaraan.
“Diem-dieman, enggak saling sapa, gue juga bingung deh”
“Sama
aja berarti, cakka sama iel juga gitu” rio dan shilla menghela napas
kompak. Terbiasa kumpul bareng-bareng dan kini hanya berdua, membuat
mereka benar-benar merasa aneh.
“Oh iya, semalem ify sms gue dia bilang lo abis dari rumahnya dia, cie..” goda shilla.
“Enggak
lama shil, tadinya gue mau ngajakkin dia jalan, tapi lo tahu sendiri
kan kemarin itu hujannya deres banget. Jadi gue cuma ngobrol sama dia
doang deh..”
“Ngobrol apa ?”
“Enggak banyak, kaya biasa..” shilla tahu apa yang dimaksud ‘kaya biasa’ sama rio.
“Ya, dia emang kaya gitu kan yo. Oh ya, lo kapan mau usaha lagi ke dia ?”
“Gue selalu usaha, tapi dianya enggak pernah ngerespon gitu”
“Dia itu sayang tahu sama lo, percaya deh sama gue” ujar shilla meyakinkan.
“Iya
bukan gue enggak percaya, tapi gue enggak pernah ngelihat dia dikit
aja, nunjukkin itu ke gue, gue harus gimana ?” shilla memandang rio
prihatin, apa yang rio bilang memang benar, dan shilla juga tidak bisa
berbuat jauh daripada itu.
“Terus dea ?” rio membelalakan matanya, ia jadi ingat tentang dea.
“Soal dea, gue mau cerita ke elo nih..”
“Apa ?”
Teng..teng..teng..
“Yah, udah masuk yo..” rio menghela napas kecewa, tapi kemudian ia tersenyum tipis.
“Ya
udahlah kapan-kapan aja, ayo balik ke kelas” shilla hanya mengangguk
lalu mengikuti rio berjalan menuju kelas mereka masing-masing.
***
Dengan
sedikit terburu-buru, cakka menjejalkan secara asal buku-bukunya ke
dalam tas. Gara-gara jam pelajaran terakhir yang membosankan, membuat
cakka tertidur dengan sukses tanpa di ketahui gurunya, tapi sialnya ia
baru bangun saat kelasnya sudah hampir kosong.
“Cak..” tanpa memandang siapa yang menepuk pundaknya, cakka langsung menampik tangan itu.
“Jangan kaya anak kecil dong cak, gue mau ngomong sama lo !”
“Ngomong apaan sih ?!” tanya cakka sewot. Iel menatap cakka tajam.
“Kita
enggak bisa kaya gini terus cak, masa persahabatan kita yang udah
bertahun-tahun jadi kaya gini cuma gara-gara salah paham” iel masih
berusaha mengendalikan emosinya, rio sudah siap sedia untuk mencegah
kemungkinan terburuk.
“Gue lagi enggak mood yel buat ngomongin ini”
“Terus kapan lo moodnya ? mau nunggu sampai kita jauh dulu ? sampai semuanya ancur ?”
“Udahlah, gue mau balik”
“Cak ! lo mikir dong, ini bukan cuma tentang lo ! ada gue, via sama agni juga di masalah ini” cakka mendengus kesal.
“Apa sih peduli lo sama hubungan gue sama agni ?! sepenting itu dia buat elo !”
“Ya ampun cak, agni temen gue, salah kalo gue peduli sama dia ?”
“Terserah
lo deh, minggir gue mau pulang !” cakka memaksa iel buat memberinya
jalan, iel ingin menahan cakka, tapi rio menariknya, memaksanya tetap
diam.
“Dia tuh ya bener-bener deh !!” iel mengeluarkan semua emosi yang sudah di pendamnya sejak tadi.
“Biar entar gue yang ngomong sama dia” ujar rio menenangkan sambil menepuk-nepuk pundak iel.
***
Sambil
berkali-kali melirik ke arah jam tangannya, shilla mencoba mengalihkan
perhatiannya pada novel yang ada di tangannya dari tadi.
“Shilla ?” merasa namanya di panggil, shilla mengangkat wajahnya.
“Hai de..”
“Gue duduk ya” ujar dea sambil menunjuk kursi kosong di samping shilla.
“Duduk aja kali, ngapain disini de ? ada yang sakit ?”
“Enggak, nyokap gue dokter disini, gue lagi nungguin dia. Lo sendiri ?”
“Gue
abis kontrol” ucap shilla sambil menunjukkan map yang dari tadi ada di
pangkuannya, dea mengamati itu sesaat, lalu tersenyum.
“Oh
elo pasien nyokap gue. Lagi nunggu hasil ya ?” shilla hanya
menganggukan kepalanya. Lalu mereka berdua sama-sama hening, bingung mau
membicarakan apa.
“De menurut lo, rio itu orangnya kaya apa ?”
“Kaya apa ya ? di mata gue dia baik, asik buat dijadiin temen, dewasa dan bijak”
“Kalo tentang hubungan lo sama dia ?” tanya shilla lagi.
“Ya
biasa-biasa aja, kaya yang gue bilang, kemanapun hubungan ini bakal
berujung, ya udah bakal gue ikutin. Gue enggak mau neko-neko atau
terlalu banyak nuntut, tapi gue juga enggak mau pasrah gitu aja” shilla
hanya mengangguk-anggukan kepalanya mendengar penjelasan dea.
“Lo punya pacar ? ehm..maksud gue, kaya rio sama ify ?”
“Pacar
sih enggak, kalo temen ada. Sebenernya gue termasuk tipe cewek yang
tertutup dan diem, kecuali sama temen-temen deket gue kali ya. Hidup gue
cuma sekolah, rumah dan di tengah temen-temen gue. Gue enggak pernah
mau maksa jalanin hidup..” shilla tersenyum, dia telah menemukan sesuatu
yang unik dalam diri dea.
“Terus
lo bakal pasrah aja di jodohin sama orang tua lo ? emang lo enggak mau
nemuin pasangan sejati lo sendiri ?” layaknya seorang wartawan, shilla
terus saja bertanya.
“Hidup
kan harus realistis, bukan karena kita terbiasa denger tentang negeri
dongeng dengan pangeran kuda putihnya membuat kita jadi banyak
berkhayal. Kalo gue sih percaya, Tuhan udah nentuin jalan buat
masing-masing umatnya, dan dalam masalah ini, gue bukan pasrah, gue cuma
nerima apa yang ada di depan gue”
“Kata-kata
lo dewasa banget ya..hehe..” dea ikut tersenyum bersama shilla. Dan
dari pembicaraan ini, shilla merasa nyaman bertukar pikiran dengan dea,
orang yang apa adanya, tidak begitu terlihat ambisius tapi juga bukan
termasuk kumpulan orang pesimis.
“Oh ya shil, apa rio udah cerita tentang gue sama dia ?”
“Cerita yang mana nih ?”
“Ehm, kayanya belom ya ? ya udahlah biar dia aja yang cerita ke elo, itu bukan kapasitas gue”
“Lo malah bikin gue penasaran tahu enggak”
“Haha,
entar juga lo bisa tanya ke rionya kan. Eh iya, tumben enggak sama
alvin ?” shilla tertawa kecil, bahkan dea yang baru ditemuinya sekali
saja, merasa aneh tidak melihat alvin di sampingnya.
“Dia lagi sakit..hehe..biasanya sih dia yang nganter. Abis ini gue mau ke tempatnya dia kok”
“Oh, salam ya buat dia..”
“Ashilla zahrantiara..” shilla menoleh ke arah suster yang memanggil namanya dari dalam loket pembayaran.
“Gue kesana ya de, seneng ngobrol sama lo..”
“Sama-sama, kapan-kapan lagi ya shil” shilla hanya mengangguk sambil tersenyum, lalu meninggalkan dea.
Sambil
mengetuk-ngetukkan jari-jarinya di meja, rio berkali-kali menoleh ke
arah pintu cafe, berharap orang yang ia tunggu akan segera muncul. Dia
melirik jam tangannya, sudah setengah jam dia menunggu disini,
menghabiskan secangkir vanilla lattenya. Dan akhirnya matanya menangkap
satu sosok yang ia tunggu, berjalan masuk dengan wajah seolah tanpa dosa
menghampirinya.
“Sori bro, macet..” rio hanya bisa mendengus mendengar alasan klise tersebut.
“Emang
abis jalan sama cewek mana lagi lo cak ?” cakka hanya terkekeh
mendengar pertanyaan rio. Bukannya menjawab, dia malah memanggil pelayan
dan memesan minumannya.
“Kalo lo udah enggak sayang sama agni, putusin dia” ujar rio to the point. Cakka tersenyum tipis.
“Jadi lo juga ngarepin gue sama dia putus ?”
“Gue
ngarepin lo berdua bisa sama-sama bahagia jalanin hidup, jangan jadi
pengecut cak, cowok sejati enggak akan ngebiarin cewek yang dia sayang
terus-terusan sakit kaya gitu”
“Cowok sejati enggak akan terus-terusan nunggu tanpa kepastian dari cewek yang dia sayang” sindir cakka balik.
“Kita mau ngomongin masalah lo, bukan gue”
“Gimana kalo gue maunya ngomongin masalah lo ?” rio menatap cakka sesaat.
“Oke,
kalo lo enggak ngijinin gue buat masuk lebih jauh ke masalah lo, gue
hargain itu. Tapi gue harap, lo bisa cepet ambil keputusan, dan saran
gue, lo, agni, iel sama via mending ketemu buat ngelurusin semuanya, dan
buat masalah lo sama agni, kalo lo ngerasa mampu, silahkan selesaiin
sendiri” cakka diam mendengar kata-kata rio, dalam hatinya, ia tahu ia
telah melampaui batas kesabaran sahabat-sahabatnya dalam soal ini, ia
tahu sikapnya terlalu egois.
“Gue
bukannya enggak mau ada yang ikut campur, sebenernya gue cuma pengen
sendiri aja bentar, pengen ngerenungin apa yang udah terjadi, apa yang
gue mau, apa yang harus gue jalanin”
“Kalo
gitu, jangan lama-lama, waktu enggak bisa di tarik mundur sob, dan
penyesalan akan selalu terlambat datangnya..” ujar rio sambil
menepuk-nepuk pundak cakka.
“Thanks..” jawab cakka singkat sambil tersenyum.
“Ya udahlah, gue mau ke apartemen alvin, mau ikut ?” tawar rio.
“Pengen sih, tapi gue udah ada janji mau basket, next time aja”
“Padahal gue berharap lo mau ikut, gue males di kacangin entar sama mereka” ucap rio sambil berdiri.
“Mereka ?”
“Shilla alvin”
“Gue ikut berduka yo..hehe..get well soon deh buat alvin” rio hanya tersenyum, lalu bergegas meninggalkan cakka keluar kafe.
***
Sedikit
kesulitan dengan tentengan belanjaan di kedua tangannya, shilla
berusaha untuk menekan tombol bel pintu apartemen alvin. Ketika kakinya
tidak sengaja menendang pintu apartemen alvin, dan terbuka.
“Eh, enggak di kunci” gumam shilla bingung sambil masuk ke dalam dan langsung meletakkan barang-barang bawaannya.
“Alvin..”
“Hoek..hoek..” shilla berjalan mendekat ke arah kamar mandi alvin.
“Ya ampun alvin kamu kenapa ?” tanya shilla panik, sambil langsung mengurut-urut tengkuk alvin.
“Enggak apa-apa kok” jawab alvin lirih sambil tersenyum, kemudian ia membasuh mukanya dengan air.
“Nih..” shilla mengulurkan tisu.
“Thanks” alvin memberi kode supaya mereka ngobrol di ruang tv.
“Masih anget vin, kamu emang enggak minum obatnya ?” tanya shilla sambil meletakkan tangannya di atas kening alvin.
“Diminum dong, lagian menurut aku ini udah lumayan kok di banding tadi pagi”
“Iya tapi masih anget badan kamu. Kamu udah makan kan ? tadi muntah kenapa ?”
“Enek, namanya juga masuk angin shil. Kamu sendiri tadi udah kan check upnya ?” alvin berniat mengalihkan pembicaraan.
“Udah kok, tadi aku malah ketemu dea di rumah sakit, ternyata dia anaknya dokter aku”
“Oh, kamu bawaan apaaan tuh ?” tunjuk ke alvin, ke beberapa plastik yang tergeletak begitu saja di atas meja makannya.
“Banyak.
Ada buah-buahan, ada susu, roti, terus makanan dari rumah aku juga ada”
terang shilla sambil berjalan ke dapur untuk membereskan belanjaan yang
dia bawa.
“Makanan yang kamu bawa kemarin aja belum abis semua shil, lagian kalo susu, ada di kulkas”
“Hehe,
biarin, abis kamu susah sih di suruh makan, coba aja disodorin burger,
lahap banget” alvin hanya terkekeh mendengar cibiran shilla. Tapi siapa
juga sih yang enggak ketagihan junk food di dunia ini, pikir alvin.
“Mau aku bantuin enggak ?” tawar alvin.
“Enggak usah duduk aja disitu. Eh iya, kok pintu kamu enggak di kunci, enggak ketutup rapat juga ?”
“Masa
? enggak nyadar” jawab alvin enteng, sambil merebahkan dirinya di atas
sofa, kepalanya memang masih sedikit pening, dan rasa enek sisa muntah
tadi masih terasa.
Ting..tong..ting..tong..
“Udah aku aja yang bukain, kamu istirahat aja disitu” perintah shilla sambil berjalan menuju pintu depan.
“Masuk yo..” rio hanya tersenyum sudah menemukan sepupunya itu di dalam apartemen alvin.
“Hoek..” shilla langsung berjalan cepat ke arah kamar mandi alvin, rio mengikutinya dari belakang.
“Kok
muntah lagi sih ?” alvin hanya menggeleng, dia lagi-lagi membasahi
mukanya dengan air. Dan hanya melempar cengiran saat melihat rio udah
ada disitu.
“Ngobrolnya di depan tv aja, enggak enak kalo disini” ujar alvin. Shilla dan rio mengangguk.
“Udah berapa kali kamu muntah ?” sergap shilla langsung.
“Baru
dua kali kok sama tadi, kan udah di bilang namanya juga masuk angin,
enggak enak badan, iya enggak yo ?” alvin mengerling ke arah rio.
“Iya shil, jangan parno dong, kaya enggak pernah masuk angin aja” bela rio.
“Tuh shil bener kata rio..” shilla merengut sebal ke arah rio, rio hanya membalasnya dengan senyum.
“Besok kamu check ya ke rumah sakit” bujuk shilla.
“Hah, ngapain ?”
“Ya check aja, emang kalo check ke rumah sakit, sakitnya harus parah apa ?”
“Kan
aku cuma masuk angin shilla, besok juga aku udah bisa ke sekolah kok,
iya enggak yo ?” sebelum rio ingin membuka mulutnya untuk membela alvin
lagi, tatapan shilla yang menusuk telah menyentuhnya lebih dulu.
“Check up penting kan yo ?” tanya shilla dengan nada semanis mungkin.
“Penting
banget vin, udah enggak apa-apa, cuma check up doang kok, gue setuju”
kali ini gantian alvin yang memandang tajam ke arahnya, malas terlibat
lagi, rio langsung meraih majalah nganggur di sampingnya, dan pura-pura
sibuk membacanya.
“Udah,
kamu nurut aja deh sama aku, besok pulang sekolah kita ke rumah sakit
ya, oke” alvin hanya bisa mengangguk sambil tersenyum, percuma aja
melawan lagi, dia enggak akan menang sama shilla kalo soal ginian.
“Oh ya gimana kabarnya cakka sama iel ?” tanya alvin ke siapaun yang mau jawab.
“Sekarang bukan mereka aja vin, via sama agni juga ikutan diem-dieman” sahut shilla.
“Lho, kenapa ?”
“Ya gitu deh, jadi via mergokin iel sama agni lagi main basket berdua gitu malem-malem, padahal ya cuma
main basket doang, tapi bisa lo bayangin sendirilah gimana kejadiannya
setelah itu” timpal rio yang langsung mengacuhkan majalahnya setelah
topik berganti.
“Gimana kalo kita atur aja, bikin mereka jadi ngobrol berempat gitu, intinya ini cuma tentang salah paham kan ?” usul alvin.
“Pengennya
aku sih juga gitu, enggak tahu nih akhir-akhir ini, kayanya lagi banyak
banget ya masalah yang muncul, untung kita adem ayem aja” ucap shilla.
“Iya elo berdua adem ayem, gue ?”
“Eh
ya, kemarin gue ketemu dea yo. Terus dia nanya ke gue, lo udah
nyeritain perkembangan hubungan mereka apa belom, emang ada apa sih ?”
rio menghela napasnya sejenak, sudah dua kali kemarin dia gagal mau
menceritakan ini.
“Gue sama dea mau tunangan dalam waktu deket ini”
“Serius
?” tanya shilla dan alvin kompak, tanpa bisa menyembunyikan gurat
keterkagetan di wajah mereka berdua. Rio hanya mengangguk pasrah.
“Kan elo sendiri yang bilang dikasih waktu tiga bulan buat pendekatan ?” tanya alvin bingung.
“Enggak
tahulah. Gue sama dea aja sama-sama kaget, jadi menurut orang tua gue
sama orang tuanya dea, tanpa waktu tiga bulan itu, kita udah kelihatan
cocok, udah gitu, sebentar lagi, orang tuanya dea mau pindah ke luar
negeri, dan menurut kesepakatan yang di ambil tanpa ngelibatin gue sama
dea, orang tua kita pengen kita tunangan dulu, sebelum keberangkatan
itu, biar semua lebih jelas katanya”
“Terus pendapat lo berdua ?” tanya alvin lagi.
“Gue sih langsung ngamuk dan pergi kesini, enggak tahu deh si dea” alvin menganggukan-anggukan kepalanya.
“Tipikal
dea sih, gue rasa dia enggak akan ngebantah kata-kata orang tuanya.
Yang gue mau tanya sama lo sekarang, sebenernya hati lo buat siapa ? ify
atau dea ?” rio tersenyum tipis mendengar pertanyaan shilla.
“Gue
sayang sama ify, lo tahu kan pasti segede apa perasaan gue buat dia.
Enggak ada masalah buat gue, kalo harus usaha sekeras mungkin buat
pertahanin dia, meskipun mungkin gue harus ngelawan orang tua gue
sendiri. Tapi pertanyaannya sekarang, apa ify mau gue pertahanin ?” kali
ini gantian alvin dan shilla yang tersenyum tipis mendengar kata-kata
rio.
“Nanti gue coba bantu ya sama alvin, nanti gue coba bujuk ify” hibur shilla.
“Jangan shil, sesuatu yang dilakuin karena bujukan seseorang, berarti bukan sesuatu yang dateng dari dalam hati”
“Rio
bener shil, kita tuh cowok, model yang pasti bakal mau ngelakuin apa
aja buat cewek yang kita sayang, tapi cowok juga mahluk berego tinggi
yang pengen perhatiaannya di akuin dikit aja, karena usahanya sendiri”
shilla mengangguk maklum mendengar kata-kata alvin.
“Terus gue harus apa yo ? gue enggak mau lo jadi stres mikirin ini sendiri”
“Coba deh shil, lo tolongin gue ngomong ke nyokap gue. Masalah ify sama dea, biar gue coba selesein sendiri”
“Oke,
entar gue ke rumah lo deh, gue coba” rio melempar senyum ke shilla dan
alvin, yang juga di balas oleh senyuman hangat dari mereka berdua.
***
Telunjuknya
menyusuri lembar demi lembar album foto yang ada di pangkuannya. Kadang
ia tersenyum sendiri, kadang malah tertawa, atau kadang berhenti
sebentar untuk memandangi foto yang ada di hadapannya lebih lama.
Matanya
menatap selembar foto di halaman terakhir albumnya, lekat-lekat ia
amati foto tersebut. Senyum miris tergambar di bibir merahnya, hatinya
sedikit bergetar. Setitik air mata jatuh tepat di atas foto tersebut,
yang langsung buru-buru ia usap.
“Aku
kangen kamu yel..” desah via pelan. Ia tidak bisa bohong bahwa alpanya
iel dalam kehidupan dia akhir-akhir ini, sedikit banyak mempengaruhi
hidupnya, yang telah terbiasa akan sosok iel di sampingnya.
“Aku
jealous karena aku sayang sama kamu, kenapa sekarang kamu malah
ngehindarin aku ? kenapa kamu enggak usaha sedikit aja buat ngeyakinin
aku ?”
Via
meletakkan album foto yang semenjak tadi ia genggam, sambil memeluk
bantalnya dan menyenderkan kepalanya di kepala tempat tidurnya, ia mulai
mengenang, saat-saat indahnya bersama iel.
_Flashback_
Kesibukan
terjadi di mana-mana, sekolah sedang mengadakan acara pentas seni dan
via serta yang lain terlibat sebagai panitia. Via sendiri tidak begitu
memperdulikan yang lain, karena tugasnya sebagai koordinator acara cukup
membuatnya sibuk setengah mati.
“Vi sini dulu deh” tiba-tiba agni menariknya.
“Apaan ag ?”
“Shilla
sama alvin enggak bisa tampil nanti” via langsung melotot ke arah agni,
dia langsung memeriksa susunan acara di tangannya.
“Kok bisa ? mereka harus tampil setelah ini”
“Iya shilla ngedrop, jadi barusan di anter alvin pulang”
“Terus gimana dong ? mereka kan harusnya nyanyi buat pembuka acara puncak”
“Gini aja deh, gimana kalo, lo sama iel yang gantiin”
“Gue sama iel ?”
“Iya,
tadi gue udah nanya kok sama iel, di mau. udahlah vi, kan ini tanggung
jawab lo juga, masa iya acara jadi berantakan cuma gara-gara ginian
doang” via memandang agni ragu-ragu, kemudian dengan terpaksa ia
mengangguk. Senyum puas langsung terpeta di wajah agni.
“Ya udah ayo lo ikut gue ke backstage” agni menarik tangan via ke backstage, sedikit aneh karena disana iel telah menunggunya.
“Habis ini kan vi ?” tanya iel yang telah nampak siap.
“Hah ? ah..oh..iya..” jawab via gelagapan sambil memeriksa daftar acaranya sekali lagi.
“Nyanyi apa yel ?” iel mendekatinya, dan membisikkan sebaris judul lagu ke, via hanya bisa mengangguk.
“Nah
udah vi lo naik sana berdua, sini biar walkie talkie lo gue yang
pegang” ujar agni sambil memberi kode ke iel dan via agar naik ke atas
panggung. Tanpa persiapan apapun, via dan iel naik ke atas panggung.
Tangan
via gemetar melihat begitu banyaknya orang-orang yang menyaksikan di
depan panggung. Ia tidak berlatih sama sekali, lagipula sebelum ini ia
tidak pernah sekalipun mempertontonkan suaranya di depan umum. Iel yang
mengetahui gerak-gerik via, mendekati dirinya.
“Jangan nervous, bawa santai aja” bisik iel tepat saat intro lagu mulai mengalun.
I can show you the world
Shining, shimmering, splendid
Tell me, princess, now when did
You last let your heart decide?
I can open your eyes
Take you wonder by wonder
Over, sideways and under
On a magic carpet ride
A whole new world
A new fantastic point of view
No one to tell us no
Or where to go
Or say we’re only dreaming
Shining, shimmering, splendid
Tell me, princess, now when did
You last let your heart decide?
I can open your eyes
Take you wonder by wonder
Over, sideways and under
On a magic carpet ride
A whole new world
A new fantastic point of view
No one to tell us no
Or where to go
Or say we’re only dreaming
Tanpa
butuh waktu lama, chemistry kuat diantara mereka langsung terasa. Via
sendiri mulai enjoy di atas panggung, apalagi dengan iel di sampingnya,
entah mengapa semua rasa gugup dan cemas tadi langsung hilang begitu
saja.
A whole new world
A dazzling place I never knew
But when I’m way up here
It’s crystal clear
That now I’m in a whole new world with you
Now I’m in a whole new world with you
Unbelievable sights
Indescribable feeling
Soaring, tumbling, freewheeling
Through an endless diamond sky
A whole new world
Don’t you dare close your eyes
A hundred thousand things to see
Hold your breath – it gets better
I’m like a shooting star
I’ve come so far
I can’t go back to where I used to be
A whole new world
Every turn a surprise
With new horizons to pursue
Every moment red-letter
I’ll chase them anywhere
There’s time to spare
Let me share this whole new world with you
A whole new world
A dazzling place I never knew
But when I’m way up here
It’s crystal clear
That now I’m in a whole new world with you
Now I’m in a whole new world with you
Unbelievable sights
Indescribable feeling
Soaring, tumbling, freewheeling
Through an endless diamond sky
A whole new world
Don’t you dare close your eyes
A hundred thousand things to see
Hold your breath – it gets better
I’m like a shooting star
I’ve come so far
I can’t go back to where I used to be
A whole new world
Every turn a surprise
With new horizons to pursue
Every moment red-letter
I’ll chase them anywhere
There’s time to spare
Let me share this whole new world with you
Iel meraih tangan via, dan via menyambut itu. Mereka saling mendekat satu sama lain, membuang jarak di antara mereka.
A whole new world
That’s where we’ll be
A thrilling chase
A wondrous place
For you and me
A whole new world
That’s where we’ll be
A thrilling chase
A wondrous place
For you and me
Selesai
bernyanyi, mereka berdua kompak membungkukan badan ke arah penonton
sambil tersenyum, dan langsung di sambut meriah oleh semua yang ada
disitu. Saat ia via ingin berbalik dan berjalan ke arah belakang
panggung, tangan iel menahannya.
“Kenapa yel ?”
“Klik” iel menjentikkan jempol dan jari tengahnya. Tiba-tiba cahaya di sekeliling mereka langsung padam.
“Yel..” iel hanya tersenyum, ia berlutut di hadapan via.
“Via,
would you be my girlfriend ?” tanya iel mantap dan membuat via
spechless. Telah lama mereka menghabiskan waktu berdua, dalam ikatan
persahabatan, dan via tahu, sejak lama sudah perasaan di hatinya itu
berubah bentuk. Via ingin menjawab, tapi suaranya hilang entah kemana,
tercekat dalam rasa senang sekaligus kaget yang bercampur padu, via
hanya dapat menganggukan kepalanya. Sontak iel langsung tersenyum lebar
dan memeluk via.
“Thanks vi, ada hadiah lagi buat lo” via mengangkat wajahnya, memberi tatapan penuh tanya ke arah iel.
“Lihat
itu..” iel menunjuk ke arah tempat penonton, dan sekali lagi via dibuat
spechless olehnya, ketika pendar-pendar cahaya lilin yang di pegang
oleh teman-temannya, membentuk namanya di tengah lapangan.
“Indah banget yel, makasih..”
“Cieeeeeeeeeeeeee
!!!” koor langsung membahana dan panggung kembali terang. Semua
temannya ada disitu alvin, shilla, agni, cakka, rio dan masih ada ify.
“Selamat ya via” ify, shilla dan agni langsung menghampiri via.
“Katanya pulang shil” sindir via yang baru sadar kalo itu semua adalah kerjaan temen-temennya.
“Haha,
maaf ya vi, permintaaannya iel nih” via hanya tersenyum sambil
mengerling ke arah iel. Iel hanya tertawa sambil mengacak-acak lembut
rambutnya.
_Flashbackend_
Tanpa
terasa air matanya mengalir setetes demi setetes. Momen indah satu
setengah tahun lalu itu kini terancam hanya tinggal kenangan.
“Ayo
vi, lo harus pertahanin hubungan ini, lo enggak boleh gengsi, lo harus
minta maaf sama iel, harus !” via berusaha memotivasi dirinya sendiri.
Dia tertegun sesaat, dia ingin ini bukan hanya menjadi sekedar minta
maaf biasa, ia ingin memberi sesuatu yang berkesan, seperti apa yang
telah iel sering lakukan untuknya. Matanya berhenti menatap album yang
tadi ia letakkan masih adalam posisi terbuka, dan sebuah ide langsung
menyala terang di pikirannya. Tidak perlu berlama-lama lagi, via
langsung memulai langkah awalnya, untuk meminta maaf pada iel.
***
Sambil
tidur-tiduran di kasurnya, ify dan shilla hanya saling berdiam diri.
Awalnya mereka berempat berencana untuk menginap di rumah ify,
menghabiskan waktu bersama ify, tapi masalah antara agni dan via hanya
menyisakan mereka berdua yang tenggelam dalam kebengongan masing-masing.
“Gimana dong shil, kita harus bikin via sama agni akur” celetuk ify.
“Kalo
gue tahu caranya juga udah gue lakuin dari kemarin-kemarin fy. Via
selalu milih nunduk dan agni selalu ngelihat ke arah lain kalo mereka
papasan, gimana mau nemuinnya” ujar shilla.
“Ya
kita temuin aja, kita ajakin ngobrol. Masalah mereka sama cowok
masing-masing sih, urusan mereka, yang penting persahabatan kita nih”
“Iya
ify, gue tahu, lo enggak tahu sih, enggak enaknya jadi gue kalo di
kelas, ngobrol sama via enggak enak sama agni, ngobrol sama agni enggak
enak sama via, serba salah kan gue” curhat shilla, ify hanya tersenyum
mendengarnya.
“Itu sih derita lo shil. Eh iya gimana alvin, udah baikkan ?”
“Tadi sih pas gue pulang, badannya masih agak anget, tapi suhunya udah turun”
“Oh..gue kadang heran deh shil sama lo, lo itu kelihatannya care banget sama ya alvin”
“Hah ? ya iyalah fy, kan gue ceweknya” ucap shilla tidak mengerti.
“Iya gue tahu, tapi menurut gue, bukannya kalo kaya gitu, cowok malah bisa jadi ngelunjak ya”
“Ngelunjak gimana ?”
“Gini
lho, lo itu kan selalu ngasih apapun yang dibutuhin sama alvin, dengan
kaya gitu, alvin sadar dong kalo lo enggak akan sanggup hidup tanpa dia,
nah dengan kaya gitu, bukannya alvin jadi tahu kelemahan lo dan bisa
bikin lo tunduk di bawah perintah dia ya” shilla mulai paham kemana arah
pembicaraan ify. Dia mengubah posisinya dari tidur menjadi duduk.
“Buat
gue fy, namanya kita menjalin hubungan itu ya karena kita sama-sama
nemuin rasa kecocokan dan saling sayang. Terus kalo setiap kita mau
ngelakuin sesuatu dihitung pake untung rugi atau imbal balik, yang ada
kita malah enggak akan ngelakuin apapun”
“Tapi lo enggak takut gitu shil, kalo suatu hari nanti alvin ninggalin lo buat cewek lain”
“Gue percaya sama dia, karena gue sayang sama dia, dan gue yakin, dia enggak akan ngelakuin itu ke gue”
“Kadang
gue enggak ngerti, kenapa seorang cewek rela disakitin kaya apapun sama
cowok, padahal cowok kan enggak cuma satu, agni contohnya. Dia hebat,
jagoan basket, gue rasa dia cantik, tapi apa, dia takluk sama cakka”
shilla tersenyum tipis mendengar kata-kata ify.
“Karena
elo enggak pernah tahu rasanya, lo cuma ngelihat apa yang kelihatan,
tapi lo enggak tahu apa yang ada di dalamnya. Dan gimana lo bisa tahu
rasanya, kalo lo selalu ngacuhin sepupu gue dan lebih milih buat semua
itu” pancing shilla sambil menunjuk berderet piala dan piagam yang
terpajang di kamar ify.
“Bukannya di umur kaya kita gini saatnya kita berprestasi ya ?”
“Lo
bener, tapi masa remaja kan cuma sekali fy, dan karena cuma sekali itu
juga, enggak ada salahnya buat nyoba hal-hal kaya gini”
“Entahlah
shil, masih banyak cita-cita gue yang belom tercapai, sekolah di amrik
buat gue cuma sebuah langkah kecil buat nyusurin jalan yang masih
panjang banget di depan. Gue masih pengen jadi pianis terkenal, masih
pengen jadi wanita karir yang sukses...”
“Dan ibu rumah tangga yang hebat fy, jangan lupa sama kodrat lo” potong shilla sambil tersenyum, ify hanya tersenyum bersamanya.
“Kalo daftar cita-cita lo masih panjang, masih gantung juga dong nasib sepupu gue ?” goda shilla.
“Mungkin..hehe..”
jawab ify sambil tergelak, shilla ikut tertawa, tapi diam-diam hatinya
miris, seandainya ify tahu lebih baik untuknya memastikan rio jadi
miliknya saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar