Amitié (One Short)
CLEK...KREK...BRAAAKKK....
Secara berurutan suara decitan dan bantingan pintu itu membahana dengan
cukup nyaring diruang berdebu yang penuh sarang laba-laba. Seseorang
yang -mungkin- tadi membanting pintu itu,berjalan dengan santai menuju
sebuah grand piano putih di sudut ruangan.
Ditiupnya secara kasar tebalnya debu yang melekat ditubuh piano
tersebut. Mengusapnya dengan penuh penghayatan kap putih yang
tersamarkan dengan warna abu-abu pucat yang ditimbulkan oleh debu dan
jamur resebut.
TING...
Ditekannya salah satu tuts putih bernada dasar C. Suaranya yang
ditimbulkan masih sama dengan suara 10 tahun yang lalu.
Kemudian,ditekannya lagi beberapa tuts putih dan hitam itu agar
membentuk suatu untaian nada yang begitu indah dan harmonis.
Menari-narikan seluruh jari jenjangnya diatas tuts-tuts yang sudah cukup
usang itu.
Fur Elise. Suatu buah karya sang maestro musik classic dunia,Beethoven.
Penghayatan dan pembawaan Beethoven yang begitu menggebu-gebu dalam
memainkan lagu ini, seakan merasuki jiwa dan raganya. Perasaan
kehilangan dan kepedihan dalam lagu ini membuat matanya terpejam.
Meresapi setiap nada yang dihasilkan oleh piano yang dimainkkannya.
Bayangan klise sebuah kenangan menari-nari dibenaknya. Sentuhan-sentuhan
halus dari tangan lembut sosok yang ia rindukan kembali terasa menerpa
kulitnya. Membuatnya ingin sekali memeluk erat sosok yang ia rintdukan
itu saat ini.
BRUUKKK...
"Aaaw..."
"Aduuuhh...,bisa jalan gak sih lo?. Kaya anak kecil tau gak,jalan
gini aja nabrak" gerutu seorang gadis sambil mengelus-elus pinggulnya
yang terasa nyeri. Sosok tegap yang ada dihadapannya hanya tercenung.
Memperhatikan dengan seksama dan teliti setiap lekukan indah yang ada
dihadapannya kini. Memanjangan kedua mata indah dengan hasil karya Sang
Maha Kuasa dalam jarang sedekat ini. Padahal biasanya ia hanya bisa
mengagumi "bidadarinya" ini dari jauh.
"Gak usah lebay bisa kali. Buruan bangun lo" gadis itu mendongakkan
kepalanya. Terlihat seorang pria berkulit hitam manis sedang mengulurkan
tangannya. Diperhatikannya tangan itu cukup lama. Merasa sedikit kaget
karena perlakuan pria ini.
"Gak ngerti bahasa Indonesia ya?. Buruan. Tangan gue pegel
kali",kembali tersadar dari khayalannya,gadis itu menerima uluran tangan
pria tadi. Seulas senyuman manis pun ia berikan pada pria itu.
"Thanks" ujar sang gadis seraya membersihkan roknya yang sedikit kotor.
"Lo masih mau duduk disitu Yel?" tanya pria itu sarkatis. Orang yang
tadi menabrak si gadis tersentak kaget. Pikirannya seakan baru saja
kembali dari alam bawah sadar yang menyuruhnya untuk memperhatikan
setiap gerak-gerik gadis dihadapannya tadi.
"Eh...hehehehe. Ya nggak lah Yo. Masa iya gue terus-terusan duduk
disini. Bau kali" jawabnya sambil berdiri dari posisinya yang memang
jatuh terduduk disamping tempat sampah.
"Hmm...sorry ya. Tadi gue gak sengaja. Kenalin gue Gabriel. Panggil aja Iel" lanjutnya dengan tangan yang terulur
dihadapan gadis tadi.
"Gue Ify. Sorry juga gue udah emosi sama lo"
"Santai aja sama gue mah. Lagi pula salah gue juga yang gak
hati-hati tadi. Oh iyaa..." Gabriel mengalihkan pandangannya sejenak ke
arah Rio. Menarik lengan sang sahabat agar berdiri tepat disebelahnya.
"Kenalin, ini Rio, sohib kental gue" Ify tersenyum ramah. Memamerkan
sebuah lekukan kecil dibibir mungilnya yang mampu memikat siapapun yang
melihatnya. Tapi nampaknya tak untuk lelaki yang sedang berjabat tangan
dengannya ini.
“Oke. Gue ke kelas duluan. Alvin udah nungguin contekan soalnya.
Bye” tanpa menunggu jawaban dari 2 insan yang tengah dihinggapi berbagai
macam kupu-kupu nan indah yang bermain-main di taman hati mereka, Rio
beranjak pergi.
“Sorry ya Fy. Rio emang begitu orangnya. Udah cuek, juteknya minta
ampun. Dan sepengetahuan gue, baru lo cewek yang ditanggapin buat
kenalan” Ify mengernyitkan keningnya begitu mendengar penjelasan dari
Gabriel.
“Masa sih?. Aneh banget tuh orang. Kok lo betah temenan sama dia?”
tanya Ify dengan wajah yang begitu polos. Mungkin hampir mirip dengan
wajah seorang anak yang sedang bertanya kepada sang ayah.
“Hahahaha...” Gabriel tertawa renyah, “ Gitu-gitu, dia tuh anaknya
asik lho. Apa lagi kalo gilanya kumat. Baaahh,bakalan ngakak sampe
guling-guling kali lo Fy”,lanjut Gabriel setelah menyelesaikan tawanya.
Ify hanya diam dan kemudian tersenyum kecil kepada Gabriel. Kedua manik
mata indahnya menatap lurus kearah pundak Rio yang semakin lama,semakin
menjauh. Hatinya sedikit tersenyum,karena penantian lamanya mungkin kan
terjawab.
>>>>>>
Ia tersenyum. Senyuman pedih yang menyakitkan itu terpatri jelas diwajah
menawannya. Sebuah topeng yang sudah cukup sering ia pakai,disaat ia
memang rindu terhadap sosok yang berarti itu.
Jari-jarinya masih asik menari-nari diatas tuts hitam-putih yang bejajar
dengan rapi dan mengandung banyak nada itu. Membiarkan jari-jari itu
terus menguakkan semua kenangan yang sudah dikuburnya dalam-dalam ini.
Menghilangkan rasa gundah dan lara yang ada agar tak menjadi sesak
berkelanjutan didalam hatinya.
Kejadian 1 tahun lalu membuat Ify dekat dengan dua prince charming
sekolah yang memiliki banyak prestasi dan juga penggemar. Awalnya memang
risih berada didekat kedua pria ini karena tak sedikit dari fans mereka
selalu membully dan mencap cewek Ify sebagai genit. Tapi tak jarang
juga Gabriel dan Rio turun tangan untuk membela Ify dari para fans
mereka.
“Kenapa tampang lo kusut begitu?” tanya Gabriel saat mereka di
kantin. Ify yang baru saja datang dengan nafas yang terengah-engah
langsung menyeruput jus mangga yang ada di depannya. Entah milik siapa.
“Biasalah. Fans-fans lo berbuat anarkis”
“Serius?. Kok lo gak bilang sms gue atau Rio sih?” Ify tersenyum
sembari menggeleng. Kedua tangannya kini sibuk merapikan dandanannya
yang sebenarnya tak begitu berantakan. Gabriel yang duduk di depannya
hanya diam. Senyuman itu bagaikan hipnotis yang membawanya melayang ke
langit ketujuh.
“Ekhm...”Gabriel tersadar. Dialihkannya kedua manik matanya yang sendu dari paras cantik yang ada dihadapannya.
“Lo tuh khawatirnya berlebihan tau gak sih Yel. Orang Ify yang juga
gak apa-apa,kenapa lo kaya orang kebakaran jenggot begitu?” ledek Rio
yang baru saja selesai membaca komik. Ditariknya sebuah gelas yang tadi
menjadi wadah dari minuman pesanannya.
“Jus mangga gue kemana ini?. Baru juga gue minum sedikit,kok udah
ludes begini?” Rio menatap kedua sahabatnya itu bergantian. Gabriel yang
pertama kali ditatap oleh Rio langsung menggelengkan kepalanya dan
kemudian mengarahkan telunjuk nya tepat kearah Ify. Dan otomatis, Rio
langsung menatap Ify dengan aura neraka.
“Peace Yo,ampun. Gue tadi haus banget. Ya udah, gue minum deh tuh
jus. Gue kira itu punya si Iel. Jangan salahin gue dong, harusnya si iel
ngasih tau gue kalo tuh jus emang punya elo” ujar Ify mencoba membela
diri. Sekarang pandangan Rio kembali ke Gabriel.
“Hehehe, damai Yo. Gue ganti deh” Gabriel bersiap untuk berdiri dan
memesan jus mangga baru untuk Rio. Namun geraknya terhenti begitu Rio
bangkit dan berada disampingnya sambil berkata.
“Gak usah deh Yel, kapan-kapan aja lo gantinya. Gue mau ke toilet
nih abis itu ke perpus ada urusan sebentar”Setelah itu,Rio menepuk
pundak Gabriel pelan dan tersenyum kecil kearah Ify sebelum ia
benar-benar pergi meninggalkan kantin.
“Gue masih penasaran deh” Gabriel yang tadinya masih terus menatap
pundak Rio yang semakin menjauh, sekarang menatap lurus ke arah Ify yang
juga sedang memperhatikan Rio.
“Satu tahun gue temenan sama dia. Tapi gak banyak gue tau tentang
dia. Dari gaya dia yang urakan, suka cabut disaat jam pelajaran, kadang
nantang guru. Ditambah lagi, dia gak begitu terbuka sama orang, bersikap
jutek, dan nada yang otoriter selalu ia pake buat ngomong sama
orang-orang disekitar dia” Gabriel diam. Masih menunggu kelanjutan dari
untaian kata-kata yang diutarakan oleh gadis mungil dihadapannya.
Meperhatikan gerakan bibir mungil milik gadis itu yang selalu membuat
dadanya bergetar hebat setiap saat.
“Tapi dia itu tetep bisa jaga prestasi dia mau dibidang akademik dan
non-akademik. Fans-fansnya pun semakin bertebaran karena sifat dia yang
begitu. Dan juga....” Ify menggantungkan kata-katanya. Menatap Gabriel
cukup dalam yang sedang menatapnya dengan penuh tanda tanya.
“Dan juga karena itu, gue semakin penasaran dan suka sama dia” lanjut Ify mantap dengan wajah yang bersemu merah.
>>>>>
Permainannya terhenti. Entah apa yang menghambat jari-jarinya itu
berhenti untuk bermain. Kedua matanya menangkap sebuah cahaya yang
dipantulkan oleh sebuah figura yang tergeletak tak berdaya diatas tanah.
Dipungutnya figura itu. Ia tercenung. Nafasnya kembali tercekat melihat
gambar kenangan yang manyakitkan. Terdapat seorang gadis cantik yang
tersenyum lebar yang diapit oleh dua orang pria tampan yang saling
merangkulnya dengan senyuman merekah yang sangat menenangkan. Suatu
potret kebahagian yang tercipta disana. Namun atmosfer kebahagian itu
tak dapat ia rasakan lagi sekarang ini.
Puzzle-puzzle kenangan yang telah lama terkubur,kini kembali menyatu.
Menyatu untuk membentuk suatu penyesalan yang besar atas kesalahan
dimasa lalunya. Kesalahan yang berakibat cukup fatal untuk
persahabatannya.
“Dia suka sama lo” ujar Gabriel dengan santai. Pandangan matanya begitu kosong. Seperti tak memiliki arti sama sekali.
“Maksud lo?” Rio yang duduk menyender pohon jati tua itu menatap Gabriel heran. Tak mengerti dengan jalan fikiran sang sahabat.
“Lo gak ngerti?”, Rio menggeleng.
“Ify. Dia suka sama lo” lanjut Gabriel sedikit lirih. Ia
menengadahkan kepalanya, menatap sendu daun-daun jati yang mulai
berguguran. Perasaannya masih syok. Tak menyangka bahwa penantiannya
selama 2 tahun,akan berakhir seperti ini. Hanya kata Sia-sia yang timbul
dari penantiannya tersebut.
Bagaimana dengan Rio?. Kalau seandainya ia seperti Gabriel yang bisa
dengan mudah mengutarakan semua isi hatinya kepada sang sahabat,
mungkin saat ini semuanya akan menganggap kalau ia bukan lah sahabat
yang baik. Seorang sahabat yang hanya bisa menari-nari diatas
penderitaan sahabatnya sendiri.
Kalian tau bagaimana rasanya jatuh cinta bukan?. Suatu rasa yang
memberikan sebuah bahkan berjuta sensasi gila yang tak dapat diungkapkan
dengan kata-kata. Suatu rasa yang membuat kita begitu sulit melakukan
berbagai macam kegiatan sehari-hari. Dan suatu rasa yang sulit
dipaparkan keindahanya.
Tapi apa kalian tau bagaimana rasanya menyukai seseorang yang sangat
dicintai oleh sahabat kita sendiri?. Sesak bukan rasanya?. Melihat
sahabat kita yang gencar malakukan aksi pdkt kepada gadis/pria itu untuk
menarik perhatiannya. Memasrahkan semua kemungkinan yang akan terjadi
kedepan. Dan mementingkan sebuah senyuman tulus yang begitu merekah
muncul diwajah kedua insan tersebut, meski sesungguhnya sedikit tak rela
melihat senyuman si doi yang diberikan kepada sahabat kita.
Dan perasaan itu kini sedang menjalar cukup kuat didiri Rio secara
bersamaan. Yap!. Rio juga menyukai Ify. Bahkan jauh sebelum Gabriel
menyukai Ify terlebih dahulu. So, yang namanya orang jatuh cinta pasti
seneng dong cinta nya terbalaskan. Tapi bagaimana dengan perasaan
Gabriel?. Seandainya Rio tak berperikemanusiaan, mungkin malam ini juga
ia akan menyatakan cintanya kepada gadis manis yang menempati tahta
tertinggi hatinya tersebut.
“Lo...lo tau dari mana kalo dia suka sama gue?”tanya Rio tenang.
Menyembunyikan nada khawatir bercampur senang dari cara bicaranya.
“Dia sendiri yang bilang ke gue tadi. Pas lo pergi ninggalin kita
berdua di kantin, dia cerita banyak tentang perasaannya ke elo. Dan yang
bikin gue tambah nyesek, dia suka sama lo semenjak MOS hari kedua. Satu
bulan sebelum gue suka sama dia” Gabriel mulai mengeluarkan
unek-uneknya dengan begitu menggebu-gebu.
“Gue disitu mikir. Emang kapan lo ketemu sama dia?. Kok dia bisa
suka sama lo pas hari kedua kita MOS?. Gue kira dia suka sama lo itu
baru-baru ini, semenjak kita deket aja gitu. Gak tau nya......Huft!”Rio
kembali diam. Tak berani menatap sang sahabat yang sedang dilanda
kegundahan. Perasaannya kini juga gusar. Bingung harus bersikap seperti
apa. Tak tau apa yang harus dilakukan sekarang. Mungkin hanya menjadi
pendengar yang baiklah yang ia bisa lakukan sekarang ini.
“Penantian gue selama 2 tahun ini sia-sia Yo. Semua perasaan dan
kasih yang ada buat dia gak ada artinya sama sekali. Dia lebih milih lo
ketimbang gue yang lebih deket sama dia. Arrgghh..., gue bingung”
Gabriel terus mengeluarkan semua kegundahan hatinya. Rambutnya yang
selalu tampil rapi, bergitu berantakan karena terus diacak-acaknya terus
menerus.
Mereka terdiam. Hanya ada suara kicauan burung dan gesekan antar
daun karena hembusan angin itu yang terdengar begitu jelas diindra
pendengaran mereka. Keduanya tenggelam dalam lamunan
masing-masing.Memikirkan jalan keluar terbaik untuk mereka.
“Yo”Rio membuka matanya yang tadi terpejam. Menatap heran kearah sang sahabat.
“Besok, gue mau ke Jerman” sambung Gabriel dengan tenang. Dengan
mata yang melebar, Rio membenarkan posisi duduknya yang sebelumnya
menyender pada pohon.
“Lo serius?. Mau ngapain kesana?”
“Lomba Piano International. Lo lupa?. Ini kan gara-gara lo juga yang
nolak tuh tawaran bulan lalu” jawab Gabriel sedikit jengkel.
“Dan gue mau. Pas gue balik dari sini, lo udah jadian sama Ify Yo”
Rio tersentak mendengar kelanjutan kalimat Gabriel. Ia benar-benar tak
mengerti dengan jalan fikiran sahabatnya ini. Perasaan bersalah dan tak
enak itu pun semakin memenuhi hatinya. Ia juga merasa gagal menjadi
seorang sahabat untuk Gabriel saat ini.
“Lo gila Yel!” pekik Rio sedikit membentak.
“Lo kira gue tega, ngebiarin sahabat gue sakit hati saat gue lagi
bersenang-senang sama tuh cewe?!. Gak bisa Yel. Yang suka sama dia itu
elo, bukan gue. Dan yang pantes jadian sama dia itu elo. Elo lah
pangeran yang tepat buat dia. Pangeran yang bisa menjaga dia dan kasih
dia perhatian semaksimal mungkin. Bukan gue yang hanya bisa nyuekin dia
dan selalu tenggelam dengan keasikan gue akan dunia yang gue punya”
Gabriel diam. Mencoba meresapi setiap kata yang terlontar begitu
sarkatis dari bibir Rio. Kalimat terpanjang yang Rio, baru kembali ia
dengar setelah mereka lulus dari sekolah dasar.
“Tapi Yo, gue gak mau ngeliat muka dia yang sedih. Gue gak kuat liat
air mata itu. Gue mau liat dia tersenyum. Senyuman tulus yang
menenangkan. Dan itu bisa tercipta kalo lo yang ada disisi dia, bukan
gue” Rio sedikit geram mendengar bantahan Gabriel.
“Asal lo tau Yel, gue bener-bener gak ada rasa sedikit pun ke dia.
Dan gue mau deket dan berteman sama dia, itu juga terpaksa. Gue Cuma mau
bantuin lo pdkt sama dia, bukan gue yang pdkt sama dia. Seandainya gue
gak ada niat seperti itu, gue juga GAK AKAN mau deket dan berteman sama
dia” Gabriel terenyuh. Jadi selama ini sikap baik Rio itu hanya topeng
yang ia kenakan untuk menutupi rencananya?. Mengapa sepicik itu?.
“Pokoknya gue harus bilang ke Ify. Kalo dia harus mau jadi cewek lo.
Gue akan bujuk dia sampai dia mau. Kapan lo balik dari Jerman?”
“2 minggu setelah besok”
“Oke. Waktunya cukup lama. Gue janji, sepulang lo dari sana, Ify
akan jadi milik lo” teguh Rio dengan hati yang cukup miris. Miris karena
harus merelakan perasaannya kepada gadis tersebut demi sang sahabat.
>>>>>
Siluet-siluet itu berputar dengan begitu jelas dan cepat didalam
benaknya. Memaksanya untuk terus terbawa dalam arus kenangan yang
mengiris hatinya. Memakasanya untuk mengingat dan mengenang semua hal
tentang serentetan kejadian tersebut. Termasuk kesalah dan penyesalan
yang timbul dalam kenangan itu.
Seandainya waktu bisa kembali diputar, ingin rasanya ia kembali kedalam
kenangan manis namun menyakitkan itu. Merubah takdir si benang merah
yang terbentang panjang dalam kisah itu.
Seminggu sudah berlalu dari kepergian Gabriel ke Jerman. Keadaan
yang semula Rio kira akan baik-baik saja ternyata melenceng. Semenjak
hari dimana Ify bercerita pada Gabriel tentang perasaannya pada Rio dan
perseteruan hebat Rio dan Gabriel di taman belakang sekolah, gadis itu
seakan menjauh dari Rio. Selalu menghindar setiap kali Rio mendekatinya.
Rio bingung. Ada apa dengan gadis itu?. Mengapa sikapnya berubah
derastis pada Rio?. Begitu cuek dan acuh tak acuh. Masa iya dia malu
dekat-dekat dengan Rio tanpa Gabriel disisinya?. Rio terus berfikir apa
yang menyebabkan perubahan sikap Ify. Menyusun semua rentetakn kejadian
sebelum Ify mulai menjauh darinya.
DEG!. Ia tersadar. Jantungnya berpacu dengan cepat begitu pikiran
itu terbesit dibenaknya. Sebuah pemikiran bahwa gadis mungil itu tau
akan rencana Rio. Bisa saja Ify tak sengaja mendengar pembicaraan Rio
dan Gabriel waktu itu. Tapi apa mungkin?. Seandainya iya, sebuah
kesalahan besar kembali muncul dalam masalah ini.
Dengan berbagai pertanyaan yang berputar diotaknya, Rio berjalan
menyusuri koridor menuju kelas Ify. Biasanya masih pagi begini, gadis
cantik itu masih membaca buku kesukaannya didalam kelas.
“Ra, Ify mana?” tanya Rio pada Zahra, teman sekelas Ify, begitu sampai didepan kelas.
“Baru aja keluar Yo. Katanya sih mau ke taman belakang. Cari aja
disana” jawab Zahra tanpa menghentikan aktivitasnya, menyapu kelas.
“Oh, ya udah deh. Gue kesana dulu ya. Thanks”
Rio bergegas setengah berlari menuju taman belakang yang belum
terjamah oleh banyak orang karena masih pagi. Dalam hati berharap kalau
saja gadis itu ingin menemuinya. Dan tak melarikan diri seperti
sebelum-sebelumnya.
“Fy...” panggil Rio begitu mendapati gadis manis itu duduk dibawah
pohon sambil membaca sebuah buku tebal. Cinta di dalam gelas. Begitulah
tulisan yang tertera dicover buku tersebut. Salah satu buku karya Andrea
Hirata yang cukup terkenal itu.
Ify mendongakkan kepalanya. Menatap sinis –baginya- seorang pangeran yang tengah berdiri tengap dihadapannya.
“Mau apa lo kesini?” Rio mendengus kecil. Nada sinis dan bossy itu
begitu jelas dari 4 kata yang baru saja dilontar oleh Ify. Gadis itu
sudah kembali tenggelam kedalam dunia khayalnya bersama novel tebal
ditangannya. Perbuatan apa yang telah Rio lakukan sampai gadis ini
menjadi begitu acuh tak acuh seperti ini?.
“Lo marah sama gue?”
“Marah?. Enggak tuh” jawab Ify tanpa mengalihkan padangannya dari novel.
“Ck!” Rio yang merasa jengkel dengan sikap Ify sekarang, menarik paksa novel yang sedang dibaca oleh gadis manis tersebut.
“Sopan dikit bisa kali. Gue tuh lagi ngomong sama lo. Bukan sama
pohon” tegasnya dengan tatapan mata yang begitu geram. Ify tak mau
kalah. Ia membalas tatapan mata itu tak kalah sinis. Ia pun bangkit dari
duduknya dan berdiri tepat didepan Rio, seperti menantang.
“Mau lo apa sih?. Kalo gak ada hal penting mendingan lo pergi deh sekarang”
“Gue salah apa sih sama lo sampe-sampe setiap kali ketemu gue, lo
selalu ngihindar dan ngejauh?. Kalo gue emang punya kesalahan bilang ke
gue. Jangan ngejauh gini Fy”mereka terdiam. Hanya ada hembusan angin dan
desahan nafas yang memburu dari Rio. Ify hanya menunduk. Menggelamkan
kepalanya dalam-dalam sambil menggigit bibir bawahnya.
“Lo jahat!” tegas Ify setelah beberapa lama terdiam. Anak sungai
yang terbentuk dengan sempurna mengalir cukup deras dikedua pipinya.
Tangisan yang ditahannya sejak tadi akhir meluruh diikuti oleh perasaan
sesak dihatinya.
“Gue gak nyangka kalo lo mau temenan sama gue karena hal itu Yo”
Rio tersentak. Apa maksud dari Ify?. Atas dasar apa ia mengatakan hal tersebut?. Atau jangan-jangan Ify mengetahui semuanya?.
“Lo deket sama gue Cuma untuk bantuin Iel biar deket sama gue. Biar
gue bisa suka sama dia. Dan biar gue bisa jadi ceweknya dia. Gue gak
bisa bayangin kalo seandainya Iel gak suka sama gue, pasti lo gak pernah
mau kenal dan berteman sama gue. Iya kan?. Gue udah tau Yo” Rio masih
diam. Ia mencoba memposisikan dirinya sebagai pendengar yang baik untuk
saat ini.
“Jangankan untuk berteman dan kenal sama gue. Untuk ngelirik gue
aja, lo pasti gak akan mau sama sekali. Iya kan?. Gue kecewa sama elo
Yo. Gue benci sama lo. Ternyata gue bener-bener salah sayang sama orang
yang gak punya perasaan macam elo”
DEG!. Ify terkejut. Ia merasakan sebuah kehangatan yang menyelimuti
dirinya. Kehangatan yang perlahan mulai merdakan tangisnya. Aroma musk
yang menjadi ciri khas dari Rio kini benar-benar telah memenuhi seluruh
rongga dada Ify. Tangan kokoh Rio melingkar cukup erat dibahu gadis itu.
Suatu perbuatan yang tak Ify duga sama sekali akan terjadi.
“Maaf. Yang gue bilang saat itu Cuma suatu kebohongan. Gue gak mau
membuat Iel semakin down setelah dia tau kalo lo suka sama gue. Dia udah
bener-bener kecewa dan terpuruk. Gue gak mau bikin kondisi dia semakin
parah kalo gue menceritakan apa yang gue rasain Fy” lirih Rio tepat
dielinga Ify yang masih terdiam dalam isakannya.
“Gu...gue...gue itu udah suka sama lo jauh sebelum Iel suka sama lo”
aku Rio akhirnya. Tangis Ify semakin menjadi. Kini kedua tangannya
mulai membalas pelukan hangat dari Rio. Menumpahkan semua luapan
emosinya kepada pemilik tahta tertinggi hatinya.
“Maafin gue harus bohong sama lo. Tapi semua ini gue lakuin murni
demi Iel. Gue sayang sama dia seperti gue sayang ke kakak gue sendiri.
Dia terlalu baik untuk disakitin Fy”lanjut Rio sambil mengelus lembut
rambut panjang Ify. Mencoba menenangkan keadaan gadisnya yang sedang
berada dititik menyedihkannya.
“Tapi kenapa kamu harus bohong Yo?. Aku yakin kalo kamu jujur Iel
pasti ngerti. Udah gitu, kemarin kan dia juga minta kamu buat balas
semua perasaan aku. Kenapa kamu gak turutin kemauan dia tapi malah maksa
biar aku jadi pacar dia?”tanya Ify begitu Rio melepaskan pelukannya.
Terlihat Rio yang tersenyum begitu manis dan bersahabat. Sebuah senyuman
yang membuat Ify begitu tenang dan nyaman berada disisi pria ini.
“Kan tadi aku udah bilang. Dia terlalu baik untuk disakiti Fy. Kamu
tau sendiri kalau mama sama papa nya Iel itu udah lama gak ada.
Satu-satunya keluarga yang dia punya itu Cuma keluargaku sama tantenya,
gak ada lagi. Ehmm, mungkin sekarang ditambah kamu”
Rio menggenggam lembut kedua tangan Ify. Memaksa gadis itu untuk
menatap kedua matanya yang dianggap oleh kebanyakan orang adalah mata
yang menyejukkan.
“Bantu aku buat bikin Iel bahagia ya. Aku mau selalu liat dia
tersenyum dan bahagia seperti kemarin-kemarin. Karena bagi dia, Cuma
kamu saat ini yang menjadi penyemangat hidup dia.”
“Tapiiii...”
“Ssstt, aku janji. Aku akan terus jaga perasaan ini buat kamu.
Perasaan cinta aku yang hanya untuk kamu. Karena Mario akan selalu
sayang Alyssa” Ify tersenyum senang. Tak menyangka akan merasakan
kebahagian seperti ini. Suatu kebahagian, yang awalya ia kira tak akan
pernah terjadi.
Perlahan, Rio mendekatkan wajahnya ke wajah manis dihadapannya.
Mengumci mata gadis itu dengan mata elangnya. Ify pun ikut terhanyut
kedalam suasana. Perlahan ia menutup kedua matanya seirama dengan deru
nafas Rio yang kian mendekat.
BRUUUUKKK...
Ify sedikit tersentak. Cukup kaget mendengar suara seseorang yang
jatuh. Kini ia pun tak merasakan kehangatan tangannya yang tadi
digenggam erat oleh Rio.
“RIO!” pekiknya saat kedua matanya terbuka.
>>>>>
Ia kembali duduk diatas kursi dimana piano putih berada. Menatapnya
sebentar dan kemudian kembali memainkannya lagi. Kali ini untaian nada
yang lebih melow terdengar begitu syahdu dibandingkan dengan lagu
sebelumnya.
Rindukan Dirimu. Sebuah lagu yang diciptakan oleh sang sahabat. Sewaktu
itu, ia sempat mendengar sahabatnya itu memainkan untaian nada dari
intro lagu tersebut diruang musik sekolah. Untaian nada yang begitu
indah dan menenangkan.
Semoga...dirimu disana kan baik-baik saja
Untuk selamanya...
Disini, aku kan selalu
Rindukan dirimu...
Wahai sahabat ku....
Ia bersenandung kecil mengikuti iringan piano yang masih asyik
dimaininya. Memejamkan kedua matanya sambil menghela nafas cukup panjang
untuk memenuhi paru-parunya yang mendadak kekurangan oksigen. Airmata
dipelupuk matanya sudah siap terjun kapanpun, ia tahan sekuat tenaga.
Karena baginya, tangisan itu hanya akan membuat sahabatnya menangis
melihat kondisinya saat ini.
Berbagai selang, tabung oksigen, dan berbagai kabel berwarna-warni
kini menempel di tubuh Rio. Wajah rupawan yang biasanya tersenyum ramah
pada Ify, saat ini nampak begitu pucat dan lesu. Sudah hampir 1 minggu
Rio tak sadarakan diri setelah melakukan operasi.
Kanker Hati stadium akhir. Penyakit mengerikan itu sudah hinggap
didalam tubuhnya selama 3 tahun kebelakang ini. Tak ada satupun temannya
yang mengetahui bahwa penyakit biadap itu bersarang dan menyerang tubuh
Rio tanpa ampun. Hanya orang tua dan pembantunya lah yang mengetahui
hal ini.
Selama 2 minggu Rio dirawat dirumah sakit pasca pingsannya secara
mendadak di taman belakang sekolah, Ify selalu setia menanti pangerannya
ini bangun dari “tidur panjang” nya. Dan selama itu pula Gabriel belum
menjenguk Rio sama sekali. Padahal, jika menurut jadwal, seminggu yang
lalu tepat dihari dimana Rio melaksanakan operasi, Gabriel sudah ada di
Jakarta. Namun sekarang?. Jangankan secara utuh dirinya ada disamping
Rio, kabar tentang pun tak ada yang mengetahuinya.
Ify yang biasanya tampil fresh dan segar, nampak begitu lusuh dan
berantakan. Pada kedua matanya yang indah nampak seburat hitam dibawah
kantungnya yang membengkak. Airmatanya sepertinya sudah banyak terkuras
hingga tak dapat keluar lagi saat ini. Tangan kanannya pun tak pernah
lepas dari tangan kiri Rio yang masih terpejam. Didalam hatinya ia
selalu berdoa kepada Yang Maha Kuasa, untuk selalu menjaga pangerannya
ini dan juga Gabriel, sahabat terbaiknya.
>>>>>
Permainannya terhenti. Matanya menatap kosong kearah tuts-tuts hitam
putih dihadapannya. Ia bukan tak ingin melanjutkan permainannya. Namun
lagu itu memang belum sempurna. Lagu itu belum sampai pada tahap akhir
pembuatannya. Bahkan, saat ia menemukan kertas bertuliskan kord dari
lagu ini, tak ada satu pun lirik yang tertulis dalam kertas tersebut.
Tangan kanannya merogoh sebuah kertas yang sudah cukup usang. Namun
begitu, kertas itu memiliki sejuta makna dalam hidupnya kini.
CLEKK...
Suara decitan pintu itu sedikit membuatnya tersentak. Ia memutar kepalanya kearah pintu yang berada tepat dibelakangnya.
“Gabriel...kamu dimana sayang?” suaru seorang wanita begitu jelas
terdengar ditelinganya. Ia tersenyum kecil melihat wanita yang
dicintainya datang dan masuk kedalam ruangan tersebut.
“Aku disini ma. Aku lagi liatin papa yang lagi mainini piano” jawab Gabriel, seorang anak yang baru saja berusia 5 tahun.
“Eh, tau darimana kamu kalo papa lagi main piano?”
“Tadi pas aku nonton tv, aku denger suara ting ting ting yang bagus
banget. Ya udah aku cari-cari aja. Terus aku yakin aja kalo suaranya
dari sini. Eh ternyata papa lagi main piano” wanita itu tersenyum.
Menatap sang anak dan suaminya bergantian.
“Kok kamu tumben main piano Yo?. Kenapa?” tanyanya.
“Gak apa-apa. Cuma kangen aja sama piano ini. Dulu waktu aku kecil, aku
sering mainin piano ini sama Iel. Aku juga kangen sama masa-masa itu Fy”
wanita itu kembali tersenyum. Dirangkulnya sang suami yang masih
terduduk dikursi. Mengelus pelan pundak pria itu yang begitu bidang.
Gabriel ikut mendekati sang ayah, mendudukan dirinya tepat dipangkuan
sang ayah dan mulai menekan-nekan tuts piano dihadapannya sembarang.
“Semuanya pasti kangen sama Iel. Aku juga kangen sama dia. Semenjak dia
pergi, gak ada lagi Iel yang selalu ngasih semangat dan bikin aku ketawa
lepas. Gak ada lagi Iel yang menjadi sosok kakak yang begitu baik buat
aku”
“Aku ngerasa gagal jadi sahabatnya Fy. Aku gak bisa tepatin janji aku
kedia sampai akhir hidupnya. Aku bener-bener gak pantes buat jadi
sahabatnya dia. Harusnya yang saat ini masih ada didunia ini bukan aku,
tapi dia”
“Sssttt...” Ify meletakkan telunjuknya tepat dibibir Rio. Menyuruh lelaki ini untuk diam dan tak melanjutkan kalimatnya itu.
“Iel udah tenang dan senang disana. Jangan bikin dia sedih dan kecewa
karena kamu kesannya gak mau terima sumbangan hati dari dia. Kamu inget
pesan terakhir dia di surat?. Jangan pernah ungkit-ungkit masalah
perasaan dia ke aku. Yang harus menjadi orientasi kita kedepan itu bukan
untuk memikirkan kesalahan atau penyesalah dalam masa lalu kita. Tapi
bagimana cara kita belajar dari kesalahan itu. Dan terakhir, ada Gabriel
lain yang harus kita kasih perhatian ekstra sekarang” lanjut Ify
disertai senyuman manis. Sekali lagi Rio melirik selembar kertas yang
berisikan surat tersebut.
For Mario my best friend and Alyssa my princess
Long time no see guys. Gue kangen sama kalian. Gimana keadaan kalian sekarang?. Sehat dan bahagia kan pastinya.
Yo, Gue minta maaf atas semua sikap gue yang gak bisa ngertiin lo
sebagai sahabat. Gue sampe gak tau gimana perasaan lo seseungguhnya
kepada Ify selama ini. Bodoh ya gue? Hehehehe :D
Gue juga mau ngucapin terima kasih sama lo. Walaupun gue belum bisa
menggapai bintang gue sampai akhir hidup gue, tapi gue seneng. Berkat
lo, gue bisa deket sama Ify. Gue bisa ngobrol dan benar-benar kenal sama
sosok Ify yang gue kagumi sejak lama. Ya walaupun sebenarnya dia lebih
suka sama lo dari pada gue yang jelas lebih ganteng dari pada elo.
Rio my big bro, Gue harap lo gak akan pernah ungkit masalah kita
terdahulu. Gue juga gak mau menghancurkan kebahagian lo sama Ify
kedepannya. Gue mau dari atas sini ngeliat lo berdua tersenyum bahagia,
bukan sedih dan terus menangisi kepergian gue. Jaga hati gue ya, siapa
tau hati gue bisa bantu lo buat tambah sayang gitu sama si Princess
Alyssa :3 hahahahaha :D
Dan buat Ify, si Mrs. Mario dan mantan Princess hati gue (?). Jaga
Rio ya, buat dia menjadi Mario yang ramah dan baik kepada siapa pun.
Kalo misalnya dia bandel, jewer aja kupingnya. Kalo masih gak mempan
putusin aja biar tau rasa tuh anak.
Jangan pernah sedih lagi ya Fy, gue gak mau ngeliat airmata lo jatuh
terus-terusan kaya waktu Rio koma. Hati gue perih Fy liatnya. Inget ya,
jangan sampe bikin pengorbanan gue ini sia-sia. Cukup perjuangan dan
penantian gue aja yang lo sia-siain Fy ._.V
Oh iya satu lagi, gue lupa kasih tau ke lo berdua. Gue tuh
sebenernya waktu itu mau kasih kejutan ke lo berdua sambil mamerin piala
gue sebagai pemain piano terbaik kategori Asia. Tapi sayang, lo nya
keburu ambruk terus masuk ICU Yo. Jadilah gue Cuma bisa merhatiin lo
berdua dari jauh.
Oke deh, sepertinya gue udah terlalu banyak bercuap-cuap disini.
Inget sama kata-kata gue tadi ya. Pokoknya kalo lo berdua udah baca
surat ini, berarti lo berdua udah janji. Dan inget, janji itu utang loh
:D
With Love
Gabriel Stevent
Rio kembali tersenyum setelah membaca surat tersebut. Tangan kanannya
tak henti mengelus-elus puncak kepala anak lelaki semata wayangnya yang
masih terus memainkan Piano secara asal. Didalam hati ia berjanji,tak
akan mengungkit-ungkit penyesalan masa lalunya. Yang saat ini harus ia
lakukan adalah, selalu mendoakan Gabriel sahabat terbaiknya agar bisa
tenang dan dilindungi oleh Sang Maha Pencipta.
“Makasih atas semua pengorbanan lo. You are my best friend, yesterday, today, and forever”
***
Finish :D
Bukan siapa yang lebih dekat atau lebih dulu kenal, tapi Siapa yang selalu ada dan tidak pernah pergi :)
Minggu, 29 April 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Koneksi Antar Materi Modul 3.1 - "Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran"
Pada hakikatnya, dalam membuat keputusan, kita sebagai pemimpin seyogjanya harus mengutamakan nilai-nilai kebajikan dan kebutuhan pesert...
-
Pada hakikatnya, dalam membuat keputusan, kita sebagai pemimpin seyogjanya harus mengutamakan nilai-nilai kebajikan dan kebutuhan pesert...
-
This film was the first and the last film presented by Jonathan Alvin Heeii. This my first movie... maybe last to... Sebelum dimulai....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar