Sang Pemimpi -Short Story-
Apakah
kamu tau orang yang benar benar sayang kepadamu ? bukan orang yang
sekedar tau apa yang kamu suka dan apa yang kamu benci, tapi orang yang
mengerti apa yang terbaik untukmu.
Bukan
mereka yang sengaja memberi perhatian padamu. Tapi mereka yang selalu
mengerti keadaanmu.bukan mereka yang ingin memilikimu, tapi mereka yang
rela kehilanganmu demi kebahagiaanmu..
Bukan
mereka yang berani menyentuhmu, tapi mereka yang merasa dirimu terlalu
suci untuk disentuh. Bukan mereka yang menyukai kelebihan yang ada
padamu..
Tapi..
Mereka yang menerima dirimu apa adanya..
(sms berantai)
>>>>><<<<<<
“Oh
jadi itu alesan lo pacaran sama gue ? biar lo lebih gampang jadi
penyanyi ? eh asal lo tau ya, mau lo pacaran sama gue seabad pun, impian
lo ngga akan pernah terwujud !!” amarah pemuda tersebut meledak.
Memarahi kekasihnya via telpon.
“Lo
mau jelasin apa lagi ? gue udah tau semuanya. Sahabat lo sendiri yang
bilang ke gue. udah lah De gausah boong lagi sama gue. mulai sekarang
kita putus !” Tuuuutttt…
“ARRRGGHHH
!! Brengsek semua !!” pemuda tersebut menggeram, kemudian memukulkan
telapak tangannya ke stir. Berharap dengan begitu, rasa emosinya sedikit
tersalur. Namun tidak, hatinya masih 100% dipenuhi dengan hawa setan
itu.
Jelas
saja pemuda itu marah. Bagaimana tidak ? 2 tahun menjalin hubungan
dengan gadis yang (cukup) disayanginya. Eh mau tau mau harus menelan
kekecewaan kala sahabat dari gadis itu tak sengaja bicara ‘tujuan’
gadisnya memacari pemuda tersebut.
“Harusnya
gue tau sejak awal. Argh !! jangan jangan semua cewe yang pacaran sama
gue punya tujuan sama. Semua gara gara bokap !!” pemuda tersebut terus
saja mengomel sendiri sambil menarik pedal gas dalam dalam. Mungkin
dengan kebut kebutan, suasana hatinya lebih baik, menurutnya.
Tapi
bagaimanapun emosinya Ia, tetap saja pemuda itu harus menjalani
kewajiban memberhentikan kendaraannya kala tiang bermata 3 didepan
menunjukkan cahaya merah menyala.
Sekali
lagi, pemuda tampan itu kembali merutuk. Kali ini merutuki lalu lintas
Jakarta yang masih saja sempat sempatnya menyalakan lampu merah saat Ia
tengah galau.
“Damn ! lama banget sih lampu merahnya !”
1..2..3..dan..umm..entah
berapa banyak pemuda itu menghela nafas panjang. Simbol jangkung
bermata itu tak juga mata hijaunya. Sudah berapa lama ini..saking
lamanya si empunya mobil sampai tenggelam dalam lamunannya.
Asik
sekali Ia melamun. Sampai tak menyadari sudah berapa kali seseorang
diluar sana mengetuk kaca mobilnya. Pada ketukan terakhir-yang tampaknya
diketuk dengan kekuatan super-lelaki tersebut mengangkat wajahnya,
menoleh ke jendela. Pelaku pengetuk-yang merupakan seorang
gadis-mengisyaratkan kepada sang pemuda untuk membuka kaca jendela. Ogah
ogahan, si lelaki pun menurut.
“Apa ?” tanyanya ketus.
Bukan menjawab, gadis itu malah menengadahkan telapak tangannya. Si pemuda pun keheranan. “Apa-apaan nih ? pengemis ya lo ?”
TOK..
“Aww !” pekik si pemuda kesakitan begitu dijitak sang gadis.
“Eh kenapa sih lo ? sakit tau. Emang beneran kan pengemis ?!”
“Sekali
lagi lo bilang gue pengemis, gue getok pake gitar nih ?!” ancam sang
gadis sembari menunjukkan gitar kuno yang Ia tentang sedari tadi.
Melihat barang yang baru saja ditunjukkan gadis itu, sang pemuda paham
siapa sebenarnya orang didepannya.
“Oh
ngamen toh ? dimana mana kalo mau ngamen tuh nyanyi dulu baru minta
duit. Ini malah minta duit dulu. nyanyi woi ! pemales !” pemuda itu
mengkritik dengan cuek dan tak peduli.
“Ih
sayang banget sih lo ganteng ganteng budeg. Dari mana aja helo ? gue
itu sejak tadi nyanyi. Cuma lo aja yang kelewat budeg sampe ga denger
suara merdu gue. oh jangan jangan lo tuna rungu lagi ? gue cek ya.
AAAA..nah gue ngomong huruf apa barusan ?” cerocos sang gadis. Membuat
pemuda dihadapannya sewot setengah mati.
“Cewe
freak. Terserah deh mau nyangka gue tuna rungu ato apa. Peduli apa sih
gue ?!” Perlahan, mobil Honda CR-V hitam itu melaju. Lampu hijau
ternyata.
“WOI
jangan kabuuuurrrr !! mana upahnya ??!!!” teriak sang gadis. Seperempat
detik setelah teriakan, sebuah tangan terjulur dari balik kaca jendela
mobil, tangan yang jemarinya mengapit selembar uang berwarna merah
jambu. Detik berikutnya, jemari tersebut melepas genggamannya terhadap
uang kertas itu. akibatnya, kertas yang paling berharga di dunia itu
melayang. Dan kebetulan berhenti didepan kaki sang gadis.
“Sombong
banget sih tuh cowo. Blagiu. Awas ya kalo gue ketemu lagi. ih ngga akan
gue kasih ampun” umpat si gadis seraya berjalan. Meninggalkan uang itu
begitu saja. Biarlah pengamen ato pengguna jalan lain yang memungut
kertas merah jambu tersebut.
>>>><<<<<
“Rio..kemana
aja kamu ? papah kan sudah bilang, dalam minggu ini kamu harus ke
studio ! karna papah pengen menunjukkan kualitas vokal kamu ke staff
papah. Supaya papah bisa menunjukkan ke mereka kalo kamu pantas
diorbitkan sebagai penyanyi !” ceramah seorang pria setengah baya begitu
si pemuda menapakkan kaki di rumah.
“Pah,
udah berapa kali sih aku bilang..kalo aku ngga mau jadi penyanyi. Aku
Cuma punya 1 cita cita. Jadi pelukis. Jadi seniman. Dan bukan penyanyi”
sanggah Rio, si pemuda.
“Pelukis
? apa yang kamu harapkan dari pekerjaan yang tak menghasilkan itu ?
masa depan kamu akan suram jika kamu menjadi pelukis !”
“Hah
ohya ? kata siapa Pah ? lagipula aku ngga mengharapkan sukses atau kaya
seperti papah. Aku menjadi pelukis karna kecintaanku sama dunia itu.
aku jadi pelukis, untuk diriku sendiri. bukan untuk orang lain. Dan
bukan untuk papah !”
“RIOO !”
“Daripada
papah maksa Rio buat nurutin kemauan papah, kayanya mendingan papah
ngeluangin waktu buat mamah. Kasian pah mamah. Mamah butuh papah”
“Diam
kamu! gausah ngajarin papah. Anak baru kemaren sore, yang harus kamu
lakukan saat ini bukan menggurui orang tua, tapi patuhi impian orang
tua. Impian papah !”
“Maaf
pah, tapi setauku, yang namanya orang tua itu hanya mengharapkan. Dan
bukan memaksa” tegas Rio. detik berikutnya, pemuda tersebut melangkahkan
kaki ke sudut ruangan lain dalam rumah besar itu. meninggalkan pria
berpredikat ‘ayah’ dalam keluarganya.
BRAAKKK !!
Suara
gebrakan pintu itu terdengar sangat jelas di tengah kesunyian rumah
tersebut. Menggaung dan menyebar cepat. Setiap yang mendengar suara itu
pasti langsung tau bahwa si pembanting pintu tengah diselimuti amarah.
Rio,
melangkah gontai. Duduk di pinggiran ranjangnya. Mencoba menetralisir
pikirannya dari segala sifat negatif seperti amarah. Pemuda tersebut
menghela nafas. Setelah cukup merenung, Rio bangkit dan mengambil
beberapa potong pakaian yang Ia selipkan kedalam tas. Bukan hanya itu,
seluruh peralatan lukisnya pun Ia sertakan. Pemuda tersebut melangkah
meninggalkan kamarnya setelah dirasa cukup berbenah.
Laju
kaki Rio terhenti. Pada sebuah titik. Yakni didepan kamar ibundanya.
Pada kamar yang kebetulan pintunya setengah terbuka, Rio mencuri
pandang. Hatinya berdesir. Sungguh, jika bukan karna seseorang yang ada
didalam kamar tersebut, pastilah Rio sudah lama minggat dari rumah
neraka itu. kabur dari segala paksaan ayahnya. Tapi yah..pada
kenyataannya Rio tak sekejam itu. menelantarkan wanita setengah baya
yang sejak kecil dipanggilnya mama.
TOK..TOK..
“Ma..”
panggil Rio pelan. Wanita yang tengah duduk membelakangi Rio itu tak
bergeming. Tetap pada posisinya. Nampaknya memang sapaan Rio terlalu
lirih. Lelaki hitam manis itu memutuskan untuk menghampiri mamanya.
“Ma..ini
Mario” sapa Rio sembari mengusap lembut pundak sang bunda. Bundanya
menoleh, menatap Rio sayu. Membuat Rio semakin miris.
“Sayang..ada
apa antara kamu sama papah ? tadi mama denger keributan kalian. mama
mohon nak, jangan bantah perintah papa kamu lagi ya. kamu harus percaya
semua yang Ia lakukan adalah untuk kebaikan kamu” ujar sang mama. Rio
menunduk. Kemudian mengangkat wajahnya kembali.
“Rio..Rio
ngga ada apa apa sama papah kok mah. Mama tenang aja” Rio tersenyum
tulus. Tepatnya mencoba tersenyum tulus. Agar bisa menjamin keadaannya
baik baik saja didepan mamanya. Walau kenyataannya tak begitu. Mamanya
ikut tersenyum. Pandangan sayu wanita itu beralih ke tas yang tengah
menempel di punggung anak semata wayangnya. Seketika itu pula senyumnya
pudar.
“Kamu mau kemana ?”
Senyum
Rio pupus. Harus jawab apa dia ? “Umm..Rio mau liburan bentar ya mah.
Rio pengen nyari sesuatu yang belum pernah Rio dapetin selama ini”
“Iya tapi kamu mau kemana ?”
Pemuda
itu mengedikkan bahunya. “Rio pergi ngga lama kok. Secepatnya, Rio
pulang untuk mamah. Rio ngga akan biarin mamah sendirian dibawah tekanan
papah. Percaya ma, mama ngga akan nyesel punya anak kaya Rio”
Mario memeluk erat dan mencium kening bundanya.
“Rio
Cuma sebentar mah. Selama Rio pergi, mama jaga diri ya. jangan lupa
makan, tidur yang cukup biar mama ngga stress. Rio sayang mama”
Dan..kepergian Rio diiringi oleh tatapan sayu oleh sang mama.
>>>><<<<<
Disinilah.
Dipinggir jalan kota yang jauh dari lalu lalang kendaraan. Seorang
pemuda dengan mobilnya terdiam sendiri. pemilik mobil menidurkan dirinya
diatas kap mobil, menatap langit. Matanya terpejam. Butuh ketelitian
untuk mengetahui adanya bulir bulir bening yang keluar dari ekor mata
Rio. airmata yang nampak silau diterpa lampu kota.
Ya,
pemuda itu tengah terpuruk. Merasa dirinya berada dititik terbawah. Di
roda hidupnya yang terendah. Tak ada secuil pun kebahagiaan yang Ia
rasakan pada posisinya saat ini. apa ? memiliki ayah yang notabene
produser salah satu perusahaan rekaman. Dengan pendapatan diatas rata
rata. Menempatkan dirinya dalam golongan ‘priyayi’. Tapi tidak, karna
kebahagiaannya bukan terletak pada materi. Bukan..Rio tak peduli apabila
Ia tak memiliki segala fasilitas mewah dari hasil kerja ayahnya. Rio
bahkan PERNAH mengharapkan lebih baik dapur rekaman itu ludes terbakar
atau bangkrut. Jika itu adalah jalan satu satunya untuk mengembalikan
kebahagiaan keluarganya, Rio rela Tuhan memberlakukan hal terburuk pada
perusahaan yang sesungguhnya milik sang kakek tersebut.
Hmm..jam
berapa sekarang ? sudah lebih dari 2 jam Ia meratapi nasib layaknya
anak tiri yang tengah mengadu pada bintang bintang di langit. Akhirnya
pemuda itu memutuskan untuk bangkit. Bangkit dan kembali ke rumah. Satu
nama dan satu wajah yang membujuknya pulang. Ya, siapa lagi kalo bukan
mamanya.
“Konyol
banget sih gue pake minggat dari rumah segala. Kaya cewe aja. Haha”
gumamnya pada dirinya sendiri. perlahan, mobilnya melaju pelan. Pelan.
Perlahan kencang. Seperti itulah kebiasaan Rio jika badmood.
Kuranglebih
seperempat jam kendaraannya melesat kencang dan bebas, pada 30 detik
terakhir, mobil yang dikemudikan Rio melambat. Melambat. Dan…berhenti
sama sekali pada detik terakhir. Rio mengumpat dan berusaha menstater
kendaraannya. Namun hasilnya nihil. Oh bodohnya..spedometer bensin
menunjukkan panah berada di simbol POM bensin. Yang artinya..kehabisan
bensin.
Oh
tidak. sungguh apes mungkin. sudah kehabisan bensin, sekarang berada di
tempat antahbrantah yang sepi dan jarang dilalui kendaraan. Dimana ada
POM bensin ? masa iya Rio harus menginap semalaman, menunggu pagi dan
menunggu orang yang berbaik hati untuk membantunya mendorong mobil ?
Ck,
Rio menyesal. Andai saja Ia bisa lebih jeli melihat spedometer itu.
andai saja Ia tak teledor membuang buang bensin dengan ngebut. Pasti tak
begini jadinya. Rio teringat akan ponsel. Dirabanya saku celana. Tak
ada. Saku jaket. Tetap tak ada. Didalam jok mobil, dashboard, tak ada.
Ah sial, nampaknya ponsel Rio tertinggal di kasur kamarnya. Lalu
bagaimana nasibnya sekarang ?
Pemuda
itu melirik arlojinya. “Jam setengah 1. Mana ada orang jalan sendiri ?
kalopun ada pasti orang stress. Aduh gimana nih nasib gue ? sial banget
gue”
Tak..tak..tak..
Terdengar
suara derap langkah. Karna sunyi, cepat cepat Rio menoleh kearah sumber
bunyi. Rupa rupanya itu suara langkah seseorang yang berjalan
mendekatinya. Eh maksudnya mendekati posisi tempat Ia berpijak. Bulu
kuduk Rio sempat meremang ketika seseorang itu ialah gadis yang berjalan
menunduk dengan rambut digerai menutupi wajahnya. Bisa saja kan Ia
tante sundelbolong yang berkeliaran di tengah malam untuk mengganggu
orang orang bernasib ‘untung’ seperti Rio ? Ah mikir apa Rio..tak usah
berpikir negatif disaat genting. Lihat saja kaki gadis itu. sudah jelas
menapaki tanah. Jadi Ia bukan hantu. Lagipula mana ada hantu yang
memakai sendal jepit ?
Setelah
meyakini 100% bahwa gadis itu bukan tante sundelbolong atau mbak kunti,
Rio beranikan diri untuk memohon pertolongan gadis tersebut.
“Ehem..permisi
mbak” yang disapa tetap berjalan. Rio cengo dibuatnya. “Ebuseettt..dia
pikir gue hantu kali ya. pake ngacangin segala. Gue panggil sekali lagi
deh. Ehem…MBAK !!”
Dasarnya
Rio kurang beruntung. Gadis itu tetap saja berjalan. Dibuat geram
sendiri, Rio berinisiatif melempari sesuatu kearah gadis itu agar
berhenti. Yeah untung ada kaleng minuman yang teronggok menyedihkan
didekat kaki Rio. segera pemuda itu pungut dan mengambil ancang ancang
untuk melempari mangsanya.
1…2…3…PLUK..
“Aww..!!” pekik gadis itu kesakitan. Lalu menoleh ke belakang secepat kilat. Menatap geram kearah Rio.
“Woi
lo yang ngelemparin gue ? kurang kerjaan banget sih lo. Nih rasain !!”
gadis tersebut ternyata lebih sangar daripada bang napi yang biasa
nongol di acara *bipbipsensor* . buktinya dalam waktu setengah menit,
gadis tersebut memungut kembali kaleng dan berlari menghampiri Rio.
berniat membalas. Namun langkahnya berhenti seketika begitu ada pada
jarak sekitar..setengah meter dari posisi berdiri Rio.
“Lo lagi ?!”
Rio sendiri heran. Apa Ia pernah bertemu dengan gadis ‘napi’ itu sebelumnya ?
“Hah ?”
“Lo itu cowo ter-songong,sombong, sok,pamer,nyebelin,rese,budeg yang pernah gue temuin” cerocos sang gadis.
“Eh eh jaga tuh mulut. Maksudnya apanih ? pernah ya kita ketemu sebelumnya ?”
“Oh
rupanya selain songong, sombong, sok, pamer, nyebelin, rese, budeg, lo
masih punya 1 penyakit. Yaitu pikun ? ya ampun kasian banget sih lo.
Ckckck”
“Woi gue nanya bae bae ya. kapan kita pernah ketemu ?” tanya Rio keras.
“Tadi
siang. Pas gue ngamen sampe bibir gue jontor, eh lo kaga denger. Terus
lo ngasih duit seratus ribu ke gue lewat kaca jendela. Terus duitnya lo
terbangin gitu aja. Inget ?”
“Oh..jadi lo cewe tadi siang yang ngegetok gue pake..”
“YAP !!”
“Aduh
apes banget gue hari ini. kenapa kudu ketemu lagi sama lo ?” sesal Rio
sembari berbalik memasuki mobilnya. Gadis itu menyusul.
“Terus
maksud lo apa nimpuk gue pake kaleng ? mau balas dendam ceritanya ? eh
atau..lo cape cape nyari tau tempat tinggal gue buat bales dendam sama
gue ? wah wah hebat lo”
Rio menyernyit. “Pede banget lo. Gue kesini itu mau minta tolong sama lo”
“Hah minta tolong ? ga salah denger ?”
“Ngga. Serius nih..gue beneran butuh bantuan lo” pinta Rio rada memohon. Walau dengan terpaksa.
Gadis
didepannya mengusap usap dagu. “Okedeh berhubung gue adalah orang yang
baik hati, sekarang gue tanya..lo mau minta tolong apaan ?”
“Dimana ada POM bensin terdekat ? gue kehabisan bensin nih”
“Oh
Cuma itu ? beuh itu mah gampil. Tuh didepan..” gadis itu menunjuk arah
didepannya dengan telunjuknya. Rio memperhatikan seksama. “….terus belok
kiri. Nyampe deh. Kira kira 10 menit dari sini”
“Oh iya gue ngerti”
“Yaudah
kalo gitu gue cabut dulu ya bye” gadis itu beranjak pergi, namun
dicegah Rio. “Eh eh mau kemana lo ? siapa bilang udah selese ?”
“Aduh apaan lagi sih ?”
“Gue
kesana mau ngesot ? dorongin mobil gue” gadis itu memasang tampang
cengo setelah mendengar komando ‘tuan muda’ nya. “..tadi perasaan ada
yang bilang dirinya baik hati deh. Dorong mobil doang GAMPIL kan ?”
sambungnya.
Dan..gadis itu pun mau tak mau mendorong pelan mobil Rio. dengan tampang yang sukses membuat Rio tertawa terbahak bahak.
“Payah
nih gue kemakan sama omongan sendiri. Fuh..oke, ga perlu nyesel. Anggep
aja lo baru nolongin nenek nenek. Bukan cowo sok amitamit itu. hii”
gumam si gadis.
>>>><<<<<
“Haaaah..huh..huh..huh..akhirnya
nyampe juga. gila..huh..huh..nafas gue..huh..huh..atu..huh..atu” si
gadis ambruk didepan POM. Rio masih tertawa melihat kondisi mengenaskan
si gadis. Si gadis menatap sinis. Selesai bertransaksi bahan bakar, Rio
menghampiri gadis itu.
“Rumah
lo dimana ? yuk gue anterin balik. Anggep aja tanda terima kasih” tawar
Rio. si gadis ingin menolak karna gengsi. Tapi nampaknya untuk kali
ini, Ia harus mematikan kegengsiannya. Mengingat kakinya terlalu lemas
untuk berjalan dan kembali ke rumahnya yang..lumayan juga jaraknya.
“Yaudah deh”
Tak
ada percakapan apapun selama dalam mobil. Si gadis cuek memandang
keluar jendela. Walau tak bisa Ia sembunyikan rasa kagumnya saat menaiki
kendaraan modern tersebut. Sementara Rio mati matian menahan tawanya
kala mengingat kekonyolannya bersama si gadis.
“Udah nyampe sini aja. Makasih !” ucap si gadis tanpa menoleh ke Rio.
“Heh
heh, sini lo. Maen pergi aja. Gue belum selese urusan sama lo” Rio ikut
keluar mobil, menghampiri si gadis. Pemuda tersebut mengeluarkan 2
lembar kertas berwarna biru tua dari dompetnya. Diserahkannya uang
tersebut ke tangan si gadis. Namun si gadis mengabaikan pemberian pemuda
itu.
“Apa apaan nih ?” marahnya.
“Anggep aja sebagai tanda terima kasih karna lo udah mau dorongin mobil gue” jawab Rio enteng.
“Kan tadi lo bilang ‘gue anterin ya. sebagai tanda terima kasih gue’ terus ini tanda apa lagi ?”
Pemuda
didepannya tersenyum kecil. “Yang tadi anggep aja upah karna lo udah
kasih tau dimana letak Pom bensin. Yang ini karna lo udah dorongin mobil
gue. ngerti ? udah deh terima aja. Gue tau kok lo butuh. Jangan maen
buang buang aja nih duit” Rio memungut uang yang tadi dibuang si gadis.
Dipaksanya si gadis untuk menggenggam uang pemberiannya. Namun untuk
yang kedua kalinya, si gadis kembali membuang uang tersebut.
“Lo
pikir semua yang ada di dunia ini bisa dibeli pake duit ? sombong
banget lo. Mentang mentang lo tajir dan gue Cuma anak jalanan ? terus lo
ngelecehin gue dengan cara kaya gini. Tadi itu lo sengaja kan, mau
ngerjain gue ? pertama nimpuk kepala gue pake kaleng. Kedua nyuruh gue
dorong mobil lo. Terus terakhir lo ngehina gue dengan cara kasih gue
duit ? lo pikir gue nolongin lo karna ngarepin upah ? hah ? eh gue ga
serendah itu ya! lo tau ? harga diri gue itu lebih mahal daripada
kekayaannya sih gayung tambunan itu !”
Rio cengo. Sejak kapan mafia pajak itu ganti nama ?
“Emang
ya, dimana mana orang kaya itu semuanya sombong. Karna apa ? karna
mereka dikelilingi sama materi dan kekuasaan. Mereka udah punya
semuanya. Dan mereka bisa ngelakuin apapun yang mereka mau dengan
jabatan dan materi mereka. Gue pikir jadi orang miskin itu paling
sengsara. Ternyata dugaan gue salah. Mending jadi orang miskin tapi kaya
kasih sayang, punya banyak temen daripada orang kaya macem lo !
ganteng, kaya..tapi kesepian. Ngga pernah bahagia !”
DEG..apa
itu ? Rio terpaku. ucapan terakhir gadis didepannya cukup menyesakkan
dadanya. Mengingat segala yang Ia jalani selama 19 tahun hidupnya.
Semua..memang benar. Benar. Tak ada yang meleset dari ucapan si gadis.
“Siapa
nama lo ?” tanya Rio dingin. Sang gadis-yang tadinya mau melanjutkan
orasinya-mengurungkan niat begitu melihat ekspresi datar Rio.
“Acha. Nama gue Acha”
Rio menghela nafas. “Berapa umur lo ?”
“15 tahun”
“Oke
Acha, terserah lo mau ambil duit dari gue ato ngga. Yang jelas ngga ada
maksud gue buat ngehina, ngelecehin, ngerendahin ato apalah. kalo lo
nangkepnya beda yah mau gimana lagi. mau lo trima ato ngga, bukan urusan
gue”
“Oia
satu lagi. Lo itu kan 4 tahun dibawah gue. bisa kan bersikap lebih
sopan ke orang yang lebih tua ? karna gue ngga suka dikurangajarin sama
bocah seumuran lo” pelan namun tegas. Ucapan Rio mampu membungkam Acha.
“Yaudah
sih, siapa juga yang mau mungut duit lo. Gue juga ngga butuh” Acha
berlalu pergi. Rio mengangkat bahunya heran. Merasa tak kurang apapun,
pemuda itu ikutan berlalu bersama kendaraan pribadinya.
Sunyi.
Jalanan itu kembali sunyi. Eh tapi tunggu, siapa yang mengendap endap
disana ? oalah..rupanya Acha. Gadis itu tak ubahnya seperti maling yang
tengah mengamati daerah sekitarnya. Langkahnya berjinjit, toleh
kanan-kiri sebelum akhirnya berhenti di satu titik. Dan memungut uang
seratus ribu yang tadi (terpaksa) dibuangnya.
“Haha
untung aja duitnya ngga ketiup angin. Jarang jarang kan gue dapet duit
segede ini. lumayan buat beli makan ade ade. Untungnya juga tuh cowo
rese udah pergi. jadi gue ngga perlu malu buat ngambil nih duit. Ya
Tuhan, ampuni Acha yang udah buang buang rejeki. Acha terpaksa ya Tuhan.
Maafin Acha ya. jangan Engkau putuskan tali rejeki hambaMu ini. Amin”
selesai, Acha berbalik dan melangkah pergi.
Disana.
tak jauh dari TKP ‘pemungutan uang yang terbuang’ berdirilah seseorang
dibalik rerumputan. Sosok yang tersenyum geli melihat tingkah gadis
belia tadi. iseng, Rio memutuskan untuk mengikuti Acha.
Tentunya, tanpa sepengatahuan gadis cerewet itu.
>>>><<<<
Cahaya
mentari dengan cepat menerobos sela sela jendela menuju kamar dan
terakhir menyapa kulit Rio yang masih terlelap dibalik selimut
hangatnya. Situasi seperti itu membuatnya enggan beranjak dari selimut.
“Rio..sarapan
dulu yuk. Mama udah buatin sarapan sehat buat kamu” suara lembut itu,
menggelitik telinga Rio dan membujuknya supaya bangkit.
“Iya ma..Rio udah bangun nih” balas sang anak. Memang jika sudah menyangkut masalah mamanya, Rio sangat sensitif.
Meja
makan yang besar, memuat 12 anggota keluarga. Walau nyatanya keluarga
tersebut hanya beranggota 3 orang. terlebih, 3 kursi tersebut jarang
terisi penuh. Kadang hanya 2 yang diduduki, atau bahkan hanya 1. Seorang
saja. Sudah lama keluarga tersebut tak berkumpul, sekedar makan bersama
saja. Kesibukan telah melenyapkan waktu mereka secara otomatis dan terus menerus hingga bertahun tahun berjalan.
Jika
begitu, tak ada seorangpun yang menginginkan makan dalam situasi sepi
seperti dalam keluarga itu. Rio, merasakan setiap lahap makanan yang
masuk ke tenggorokannya berasa hambar. Walau Ia percaya masakan
didepannya enak. Tapi tetap saja tak ada rasa. Belum lagi di kursi
depannya, sang mama terduduk seraya melamun. Membuat napsu makan Rio
menurun.
Lelaki
itu bangkit, memutuskan untuk meninggalkan pemandangan yang membuat
hatinya nelangsa. Rio lebih memilih menuju tempat pelariannya. Yang
mungkin bisa membuatnya sedikit lebih baik.
>>>>><<<<<<
Pandangan
mata itu terus mengekor sesosok yang tengah memainkan gitarnya kala si
merah menyalakan tandanya agar semua kendaraan berhenti. Pada saat
itulah profesi lain bekerja. Jalan dari satu kendaraan ke kendaraan
lain. Memainkan alat musik seadanya, nyanyian seadanya, suara seadanya,
irama seadanya, nada seadanya. Selesai melakukan tugas, mereka
menengadahkan bekas bungkus permen yang ujungnya di linting. Tempat bagi mereka untuk mengumpulkan uang dari para pemilik kendaraan.
Rio
menghela nafas. Acha disana. tak jauh dari tempatnya berdiri, gadis itu
menjalankan profesinya sebagai pengamen dengan suka cita. Riang tanpa
beban. Ceria. Terlihat jelas dari wajahnya. Dalam hati Rio iri. Selalu,
selalu Ia teringat kata kata Acha semalam. Yang begitu membekas dalam
ulu hatinya.
‘Mending
jadi orang miskin tapi kaya kasih sayang, punya banyak temen daripada
orang kaya macem lo ! ganteng, kaya..tapi kesepian. Ngga pernah bahagia’
Sudah
cukup. Sudah cukup Rio merasakan keterpurukan. Kini saatnya Ia bangkit.
Dan sekarang, Rio tau siapa yang bisa mengembalikan semangat hidupnya.
“Hey”
sapa pemuda itu ramah begitu Acha dan kawan kawannya menepi kala lampu
hijau menyala. Acha menatap Rio cuek. “Ngapain lo, eh ngapain kaka
disini ?”
Rio tersenyum mendengar sapaan baru Acha untuknya. “Gue mau ikut lo ngamen”
Yeah..permintaan Rio sukses membuat Acha cengo sekaligus makin memperbesar bola mata gadis itu.
“Hah ? jangan becanda deh ka. Pekerjaan ini bukan untuk main main”
“Yee beneran. Ayolaaah Cha. Ya ya ya ?”
Acha
menggaruk kepalanya yang tak gatal. Hmm..orang kaya aneh, pikirnya.
Buat apa panas panas ngamen hanya untuk mendapat beberapa keping uang
receh ? um tunggu sebentar, nampaknya Acha punya ide.
“Okedeh lo boleh ikut asalkan…”
“Asalkan apa ?” tanya Rio penasaran.
>>>>><<<<<<
“Permisi
bapak bapak ibu ibu. Kami disini ingin menampilkan hiburan yang
barangkali bisa mengusir kejenuhan bapak ibu sekalian di dalam bus ini.
bersama kakak saya, ka…”
“Rio” bisik Rio.
“Iya ka Rio. yasudah, selamat menikmati maaf jika bapak ibu merasa terganggu”
Jreeeng..
“demi
penguasa bumi dan surga..kau memang indah..kau getarkan seluruh sukma
jiwa..kau memang indah..woo..oo” Rio cengo begitu mendengar lagu yang
dinyanyikan Acha. Yang benar saja ? Hikayat Cinta ? yang dibawakan oleh
si Ratu Kontraversial Dewi perssik dengan soloist Glenn Frendly itu ?
Acha
melirik Rio sadis. Rio bisa membaca isyarat mata Acha yang nampaknya
berkata : cepet-lakuin-apa-yang-gue-suruh-tadi-kakak-Mario
Rio
menelan ludah. Tadi Acha memberinya syarat agar gadis itu
mengijinkannya ikutserta bersamanya ngamen. Tapi masa iya Rio harus
benar benar menjalankan syarat itu ? mau ditaruh mana harga dirinya ?
“Oke
Rio lo ngga perlu malu. Anggep aja orang orang disini itu hantu semua.
Oke oke slow aja” batin Rio. satu helaan nafas panjang..
“..demi
penguasa bumi dan surga..kau memang indah..woo..oo..kau kau getarkan
seluruh sukma jiwa..kau memang indah..woo..oo..ooo” Acha ingin tertawa
sebenarnya. Melihat Rio benar benar menjalankan syaratnya.
Jadi, apakah syarat Acha ? mau tau ?
ð Rio harus goyang gergaji ala depe di lagu pertama yang Acha nyanyikan. -_-v
Penumpang
metromini dibuat tertawa melihat tingkah Rio. Acha pun ikut tertawa.
Terlebih Rio. dalam sekejab Ia tak lagi mempedulikan rasa malunya.
“Makasih bu..makasih pak. Bang depan ya” Acha memberi aba aba kepada kenek untuk menurunkannya di halte depan.
“Hahaha..”
Acha menoleh heran kearah Rio yang tengah berjalan disampingnya. “Kenapa lo ka ?”
“Lucu aja inget gue ngebor tadi. ckck hebat banget cara lo nurunin harga diri gue”
“Ohaha
hebat dong. Acha gitu. Eh ka gara gara tadi ada lo, liat nih bungkus
permen kita keisi buanyaaak. Pasti mereka seneng. Yah secara ada lo gitu
yang ngga Cuma aksi ngebor lo. Tapi tampang lo yang yah..lumayan” puji
Acha.
“Beuh langsung aja bilang gue ganteng. Ngga ada yang marah kok”
“dih apaan sih. eh ka berhenti dulu yok di warung situ. Haus nih. Sekalian ngitung pendapatan kita sekali ngamen” ajak Acha.
“Oke sip”
Acha
dan Rio duduk santai di bangku reot depan warung. Ada 2 teh botol
disamping mereka. Acha mengeluarkan seluruh isi dalam bungkus permen.
Rio menatap takjub kepingan logam dan lembaran uang kertas.
“waw lumayan banget ini ka..gila”
“Itung buru”
Menunggu
Acha yang asik menghitung pendapatan pertama mereka berdua, Rio lebih
memilih menatapi lalu lalang kendaraan dijalan besar itu. dulu, Ia yang
merupakan salah satu dari pemakai jalanan itu, sama sekali tak peduli
dengan keberadaan pengamen. Tapi sejak mengenal..Acha, hidupnya rada
berubah mungkin. yang memberi Rio pelajaran untuk lebih tegar.
Acha
belum tau bahwa semalam Rio membuntutinya. Masih terekan jelas dalam
benak Rio adegan demi adegan yang dilihatnya saat mengekor Acha. Gadis
yang 4 tahun lebih muda darinya itu, membelanjakan uang yang Ia pungut
di jalan ke warung nasi goreng pinggir jalan yang biasanya buka
sepanjang malam. Kurang lebih seperempat jam, gadis itu meninggalkan
tenda nasgor dengan menenteng 2 kresek besar yang Rio perkirakan adalah
makanan yang barusan Acha beli.
Rio
masih membuntuti Acha kala gadis itu memasuki sebuah ‘kawasan’ yang
penuh dengan drum minyak bekas dan kardus kardus. Tempat itu tanpa atap.
Hati Rio berdesir kala Acha membagi bagikan nasi bungkusan yang
dibawanya kepada puluhan anak jalanan lain. Namun sayangnya si pembeli,
Acha malah justru mendapat jatah separo. Walau begitu tak menjadi
masalah. Karna Rio bisa melihat jelas kebahagiaan mereka saat melahap
makanan bersama sama.
“…12500..14500…15000..20000…23500..yey
23500 ! liat nih ka. Sekali ngamen aja udah dapet segini. Bayangin 10x
aja gue ngamen sama lo. Udah dapet….”
“235000 ribu Acha” samber Rio. yang disampingnya tersenyum lebar.
“Thanks ya ka” ucap Acha tulus. Rio tersenyum kecil.
>>>><<<<<
“Lo mau operasi transplantasi ? kebetulan ada donor yang gue rasa pas buat lo. Kalo lo mau, kita bisa nyoba” tanya seorang pria berjas putih kala karibnya berkunjung ke rumah sakit. Menemuinya.
Yang ditanya hanya menggeleng.
“Kenapa ? lo ngga mau sembuh ?” tanya si jas putih.
“Bukan.
Bukan gue ngga mau sembuh. Gue pengen menghadapi semua ini
dengan..dengan apa adanya gue. gue ngga mau melawan takdir. Gue siap
kembali kapanpun” jawabnya mantap.
>>>><<<<<
Pemuda
itu mengamati dengan jeli setiap sudut yang belum disentuh pensil
secara sempurna. Sesekali menoleh kearah objek didepannya.
“Ka Rio udah boleh gerak belum ? kakiku kesemutan nih” protes Ourel, salah satu anak jalanan yang menjadi model lukisan Rio.
Mendengar protes lugu terlontar dari bocah berusia 7 tahun, Rio hanya terkekeh. “Bentar ya dek. 10 detik lagi”
“Beuh Ourel payah. Kaya aku dong nih masih tahan jadi patung patungan” ejek sebayanya, Bastian.
“Yee jelas aja kamu tahan. Orang kamu duduk. Aku kan berdiri” balas Ourel.
“Hei
udah udah jangan berantem. Udah selesai nih. Mau liat gambar kalian ?”
Kedua bocah itu mengangguk mantap, lalu memburu Rio. keduanya memandang
kagum hasil goresan Rio dalam kertas gambar. Sempurna sekali. Pose Ourel
yang tengah berdiri menyamping, menunggu senja. Dan Bastian yang duduk
pasrah sembari memeluk lutut dengan pandangan sama seperti Ourel.
Ekspresi polos anak jalanan yang pasrah menunggu perubahan menyambangi
mereka. Perubahan untuk kehidupan yang jauh lebih baik.
“Waw
gilaaaa !! kereeen banget sumpah ka !! lo bakat banget jadi pelukis”
puji Acha heboh begitu merampas kertas gambar itu dari tangan dua adik
angkatnya. Rio terkekeh melihat Acha diomeli kedua adiknya.
“Woi Cha, gu..aww..” pekik Rio . Rasa itu kembali datang. Sakit dan sungguh menyiksa.
“Kenapa
ka ? lo sakit ya ?” tanya Acha panik. Rio hanya menggeleng. Mencoba
memasang tampang ‘semua baik baik saja’. Dan yah..nampaknya berhasil.
“Oh
gue kira lo kenapa napa” Acha mendudukkan dirinya disamping Rio. sudah
seminggu sejak mereka ngamen, keduanya memang menjadi dekat. Tak ada
rasa apapun, Rio menganggap Acha adik. Begitu pula sebaliknya.
“…cintailah..aku..sepenuh
hati..sesungguhnya aku..tak ingin kau pergi..takkan mampu kuhadapi
dunia ini..tiada arti semua..bila kau pergi..” Acha menyenandungkan
sebuah lagu yang pernah Ia curi dengar di radio radio. Rio terpejam
sejenak. Lalu membuka matanya kembali.
“Suara lo bagus banget Cha” puji Rio.
“ehehe
makasih ka. Lo itu orang ke 132000 yang bilang suara gue bagus” Rio
mengacak acak rambut Acha, gregetan pada tingkah narsis bocah
disampingnya.
Rio menerawang. “Udah berapa lama..lo jadi anak jalanan ?”
Pertanyaan yang menyentuh hati Acha. Namun gadis itu tak melepas senyum sama sekali dari wajahnya. “Sejak gue kecil”
“Kenapa ? terus dimana orang tua lo ?”
Acha
mengedikkan bahu. “Kenapa ? karna itu takdir yang diberikan sama Tuhan.
Orang tua gue…entahlah. Gue ngga pernah tau satu hal pun tentang
mereka. Mungkin mereka ngga pernah ngarepin kelahiran gue. makanya
begitu ada gue, mereka ngebuang gue dipanti. Gue dirawat disana sampe
umur..10 tahun. Karna panti itu kebakaran dan gue kabur, menyelamatkan
diri. gue yang pada saat itu ngga tau apa apa, ketemu sama Bang Daus.
Yang akhirnya membawa gue ke kehidupan seperti ini”
“Apa lo ngga merasa tersiksa ?”
“Awalnya
tentu aja begitu. Bocah 10 tahun yang dipaksa ngamen, dibawah panas
matahari dan guyuran hujan. Untungnya Bang Daus serakah serakah banget
kaya preman di tipi yang mengintimidasi anak anak jalanan. Bang Daus
baik. Sayangnya setahun lalu dia meninggal karna over dosis”
“Kami
hidup sendiri setelah orang yang kami anggap kakak, pergi. kami mencoba
mandiri. Prinsip kami itu..adalah berbagi. Apapun kesulitannya, misal
masalah makanan. Kalo ada diantara kami yang dapet duit lebih, yah udah
seharusnya kami beli makanan buat sodara sodara kami disini. dapet
sedikit ngga masalah. Yang penting kami semua bisa makan. Dan lo tau ka ?
makan bersama itu adalah hal yang paling membahagiakan di dunia ini.
menikmati sesuap nasi bersama orang orang yang kita sayangi. Bukan
berarti orang tua, karna anak anak yang disini pun udah gue anggep lebih
dari keluarga”
Rio
tertegun. Benar sekali. Selama ini Ia tak pernah mengecap kebahagiaan
saat makan bersama Acha dan teman temannya. Suasananya sungguh hangat
dan jauh lebih kekeluargaan. Membuatnya nyaman. Walau lauk yang Ia makan
tak semewah dan tak seenak biasanya.
“Lo..punya cita cita ?”
Acha
tersenyum. “Punya lah. Semua orang itu punya cita cita. Agar hidup kita
lebih termotivasi. Sejak kecil, gue pengen jadi penyanyi. Gue cinta
musik. Gue suka denger orang bersenandung kecil. Gue puas tiap kali
menjual suara gue. walau dapetnya hanya beberapa keping receh. Tapi
kepuasan yang di dapet melebihi segalanya”
“Kalo misal suatu hari, impian lo sebagai penyanyi terwujud. Apa yang mau lo lakuin ?”
Acha
menerawang. “Apa ya ? ummm…yang pertama jelas gue mau bahagiain sodara
sodara gue disini. gue ngga mau mereka terus terusan hidup di jalanan
yang keras. Kedua..gue bakal berusaha untuk membuat orang orang yang ada
di sekitar gue bahagia. Siapapun itu. ehehe ngga masuk akal ya ?”
Rio
tersenyum. “Lo tau ngga sih Cha, sebenernya gue iri sama lo. Apa yang
selama ini gue dapetin dalam hidup, itu ngga sebanding dengan apa yang
lo alami”
“Hah
? apa lo bilang ? iri sama gue ? beuh justru gue yang iri sama lo ka.
Lo punya segalanya. Ganteng, smart, kaya, lo punya mobil. Dan gue yakin
pasti rumah lo juga gede kan ?”
“Acha
Acha..gue itu bagai burung yang tinggal dalam sangkar emas. Semua yang
liat posisi gue hampir sependapat bilang ‘jadi lo tuh enak banget ya
Yo’, ‘gue pengen makmur kaya lo. Punya segalanya’ hmm..gue sendiri
sering bingung tiap ada yang bilang gitu sama gue. mereka Cuma memandang
dari luar. Ngga tau dalemnya gimana. Gue itu ngga pernah dapet
kebahagiaan kaya yang lo dapetin disini” terang Rio.
“Bokap
gue sibuk. Terlalu sibuk sampe ngelupain gue dan nyokap. Sementara
nyokap gue depresi berat. Nyokap gue kesepian. Selama ini dia ngga
pernah dapet manis sedikitpun. Selalu pahit. Gue sendiri merasa ngga
berguna sebagai anak. Anak yang ngga bisa bahagiain ibunya. Mungkin
kasih sayanglah yang bisa nyembuhin depresi nyokap gue. tapi sayangnya,
pasokan kasih sayang itu kurang, terlalu sedikit”
Acha menoleh kearah Rio. “Ka Rio..gue..gue..gue beneran ngga nyangka lo..lo menderita kaya gini”
“Hidup
itu singkat Cha. Sangat singkat. Selama ini gue nyesel karna udah
lewatin semua dengan sia sia. Tapi setelah ketemu lo, gue sadar.sangat
sadar bahwa setiap detik nafas kita itu berharga. Dan gue sadar, yang
membuat hidup kita bahagia itu bukan apa apa yang kita dapetin. Tapi
tergantung diri kita sendiri”
“Bener ka. Kaya lagunya D’Massiv..syukuri apa yang ada..hidup adalah anugrah..tetap jalani hidup ini..melakukan yang terbaik..”
“…Tuhan
pasti kan menunjukkan kebesaran dan kuasanya..bagi hambanya…yang
sabar..dan tak kenal putus asa..” pada bait terakhir, keduanya bernyanyi
bersama. Rio tertegun kembali. Pertama kalinya Ia menyanyi dengan
sepenuh hati. Bukan dengan paksaan seperti biasa dilakukan ayahnya.
“Menurut
gue itu ka..kunci kebahagiaan itu adalah..mensyukuri nikmat pemberian
Tuhan. Sekecil apapun nikmat itu. dan pada saat itu, lo akan ngerasain
manis yang ngga pernah lo dapetin sebelumnya” ungkap Acha sembari
tersenyum.
>>>><<<<<
Acha
melangkah gontai menuju pohon tempat Ia berteduh. Lampu merah berlalu
cepat. Pendapatannya pun berkurang. Namun bukan itu yang mengganjal
dihatinya. Satu nama yang menguasai seluruh benaknya. RIO. yap, sudah
lebih dari sebulan Acha kehilangan kabar. Terakhir bertemu sehari
setelah mereka melalui obrolan panjang. Saat itu Rio menemaninya ngamen.
Setelah itu, Rio tak datang lagi. dan Acha kembali ke kehidupannya.
Sama seperti dulu Ia belum bertemu pemuda yang telah Ia anggap sebagai
kakak.
“Ah
bego gue udah ngarepin ka Rio buat bantu ngerubah hidup gue sama temen
temen gue. ternyata semua orang kaya sama aja. Sekarang mana buktinya ?
obrolan yang waktu itu ngga ada guna. Dan ngga bermakna apa apa. Liat
aja sekarang dia malah ilang kaya ketelen bumi. Segitu cepetnya ka Rio
ngelupain gue sama temen temen gue. ihhh rese rese rese !!” omel Acha
sendirian. Sesekali mengetukkan kakinya ke tanah. Ungkapan kekesalannya.
“Ehem
permisi..apakah adik yang bernama Acha ?” tegur seseorang. Acha
menoleh. Dan terkejut melihat siapa yang menyapanya. Seorang lelaki yang
diperkiran berusia 35 tahun-an. Berpakaian rapi dengan jas dan dasi.
Juga mobil mewah yang terparkir tepat didepannya. Acha hanya berharap
orang itu tak salah mencari orang sepertinya.
“Eh iya. Gu..eh saya Acha. Bapak siapa ya ?”
Orang itu tersenyum. “Saya….”
>>>><<<<<
Setahun kemudian..
Seorang
gadis cantik, melangkah memasuki kamarnya yang mewah. Gadis itu
menghentikan kakinya didepan ranjang. Lalu membungkuk. Meraih sebuah
kotak berwarna coklat yang tergeletak di bawah ranjang.
Gadis
tersebut membuka kotak itu. terdapat beberapa benda. Tangan si gadis
terjulur untuk meraih amplop yang isinya selembar kertas surat.
Hei Acha..
Saat lo baca surat ini, mungkin gue..umm..mungkin gue udah ngga ada lagi di samping lo.
Udah
ngga bisa nemenin lo ngamen lagi. ngga bisa ngeledekin lo lagi. ah gue
kangen tiap saat saat bareng lo sama sodara sodara lo.
Bener
kata lo Cha. Kunci kebahagiaan adalah mensyukuri tiap apa yang
diberikan Tuhan. Hmm..gue udah menerapkan itu kedalam hidup gue. dan
hasilnya..ga terlalu mengecewakan. Ehehe..
Tuhan
emang Maha Adil ya Cha. Orang orang memandang sempurna gue. tapi gue
ngga sesempurna yang mereka bayangin. Gue rapuh Cha. Saat Tuhan
menganugrahkan penyakit yang memakan usia gue. memakan tiap detik hidup
gue. lemah jantung..yap ! itu udah gue derita sejak lama. Mungkin
keturunan dari bokap ato nyokap gue ngga ngerti.
Penyakit
yang gue putuskan untuk ngga memberitahu siapapun. Termasuk lo.
Karna..karna gue ngga suka dikasihanin. Gue ngga mau orang memperlakukan
gue secara istimewa karna gue sakit. Karna gue penyakitan.
Awal
tau gue penyakitan, semangat gue pupus Cha. Gue ngerasa Tuhan tuh jahat
banget sama gue. saat itulah gue berubah. Menjelma jadi sosok lain,
yang temperamen, dingin, dan cuek.
Sampe
pada akhirnya gue mengerti tujuan Tuhan memberikan penyakit itu ke gue.
gue mencoba mensyukuri apa adanya. Tentu ada cara untuk sembuh. Dengan
operasi transplantasi jantung di Singapore sana. Tapi ngga, gue ngga mau
menyalahi takdir yang telah digariskan Sang Maha Kuasa. Gue akan hadapi
itu..gue akan hadapi kematian itu.
Sejak
kecil, bokap gue yang merupakan pemilik perusahaan rekaman
itu..terobsesi buat jadiin gue penyanyi. Tapi ngga, gue ngga mau. Cita
cita gue hanya satu. Jadi pelukis, seniman. Walau begitu, bokap selalu
maksa. Gue ngga suka Cha. Oke gue emang anak durhaka. Tapi ngga salah
kan kalo kita menolak keinginan orang tua yang ngga sesuai dengan kita ?
Beruntung gue ketemu lo. Suara lo bagus. gue yakin lo bisa gantiin posisi gue.
Cha,
saat ini gue terbaring lemah. Sangat lemah. Maaf ya gue ngilang begitu
aja. Gue ngga bisa ngabarin lo. Karna pasti, lo akan tanya gue dimana.
Disaat itu gue bingung gue harus jawab apa. Ga mungkin kan gue bilang
yang sejujurnya.
Taruhan berapa, pasti sekarang lo lagi nangis baca surat gue. ya kan ? haha gue menang /(^_^)/
Gue
berhasil Cha. Gue berhasil bujuk bokap gue. sebelum gue pergi. bokap
gue udah sadar . dan dia janji akan ngeluangin waktu buat nyokap gue.
dan..mewujudkan semua impian lo.
Acha,
gue sayang sama lo. Lo udah gue anggep sebagai adik gue sendiri. jangan
kecewain gue ya Cha. Cuma lo harepan gue satu satunya. Gue yakin mama
bakal bahagia kalo hidup sama lo. Bawa kembali senyum nyokap gue Cha.
Karna beliau adalah segala galanya buat gue.
NB
: udah setahun kan ? berarti lo boleh buka dan baca surat ini.
haha..gue liat pipi lo tembem banget tuh. Pasti hidup lo udah enak.
Hmm..oke deh yang udah jadi penyanyi terkenal nih..inget Cha, kunci
kehidupan menurut Mario adalah…melewati pahit dan manis dengan senyum,
dan ketulusan. Percayalah, disaat itu lo akan dapet kebahagiaan sejati.
Rio
Acha
menyeka airmatanya. Tak disangka akan begini jadinya. Menjadi anak
angkat orang tua Rio. menggantikan posisi pemuda itu yang telah setahun
lalu pergi.
Gadis
itu mencoba tegar. Dan memamerkan senyum khasnya. Diletakkannya surat
dari Rio, tangan Acha meraih beberapa lembar kertas. Yang isinya lukisan
tangan Rio yang menggambarkan kehidupan anak jalanan saat ada
ditempatnya dulu. pada satu lukisan terakhir, terdapat gambar Acha dan
Rio tengah tersenyum sembari berangkulan.
Kertas
tersebut dipeluk Acha erat erat. “Makasih Ka, lo udah kasih kesempatan
gue untuk memegang ini semua. Gue janji..gue janji akan menjaga apa yang
udah gue dapetin. Dan mama..mama lo ngga akan kehilangan kebahagiaannya
lagi selama ada gue. gue janji ka”
-TAMAT-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar